Effective Team (Alby Tandra)



Mungkìn dì antara teman-teman sekalian mempunyai beberapa anggota kelompok yang kurang aktìf di dalam kelompok. Permasalahan kurang aktìf di dalam kelompok dapat terjadì bukan karena individunya, melainkan dapat terjadì dìkarenakan pembagian peran-peran yang kurang jelas di dalamnya. Seperti tidak tahu atas tujuan apa kelompok terbentuk, tugas apa yang harus dìkerjakan di dalam kelompok.

Jadi, bagaimana cara membentuk suatu kelompok menjadìefektif? Hal ini diteliti oleh Tuckman pada tahun 1965. Ada 4 tahap yang menjadikan suatu kelompok menjadì efektìf. Tahap-tahap tersebut adalah.
1.    Forming. Pada tahap ketika kelompok dibentuk, para anggota kelompok
harus disadarkan alasan apa kelompok tersebut dibentuk, goal kelompok
juga harus jelas. Ketika suatu kelompok tidak tahu kenapa kelompok tersebut
dibentuk, maka kerjasama antara kelompok tidak terjalin.

2. Storming. Pada tahap ini individu di dalam kelompok mengalami konflik
peran dan hubungan diantara kelompok. Kelompok masih bingung terhadap
apa yang harus mereka lakukan sehingga tugas diantara mereka masih
saling mendahului, umumnya terdapat miskomunikasi yang
menyebabkan individu saling mengambil peran individu Iain.

3. Norming. Pada tahap ini mulai terjalìn norma-norma di antara kelompok, mulai terbentuk suatu nilai-nilai diantara kelompok. Para anggota kelompok mulai merasakan kebersamaan dalam mengerjakan tugas, mereka juga dapat
mengekspresìkan pendapat mereka dengan bebas.

4. Performing. Tahap ini terjadi adanya hubungan interdependence antara
kelompok. Pada tahap ini terjadi performa yang sengat baik dì antara anggota
yang sudah mandiri. Päda tahap ini individu yang sudah mandiri saling bekerja satu sama Iain untuk menghasilkan performa yang Iebih baik.

Ketika kelompok sudah melakukan performa, biasanya mereka akan sampaì
pada tahap 5, tahap 5 adalah Adjourning dimana dìtahap ini, kelompok sudah
mulaì terpisah, mereka tìdak lagi bekerja sama. individu dalam kelompok yang sampai pada tahap ke 5 umumnya mengalami kesedihan, karena tìdak ada lagi perasaan ketìka menjadi bagian darì suatu kelompok.

Jadi jika ada diantara kalìan yang membentuk suatu kelompok yang efektif,
harus ingat pada keempat tahap tadi pada tahap forming, harus dijelaskan tujuan pada tahap storming harus dijelaskan peran masing-masing anggota,
pada tahap norming harus ada budaya kerja yang disepakati oleh
anggota kelompok, pada tahap performing harus ada hubungan ìnterdependen antara anggota kelompok.


Theory of Mind (ToM) dan Emotional Intelligence (EI) (Melly Preston)


Bagaimana kita dapat menjelaskan perilaku seseorang menurut dua teori tersebut? Mari review dulu teorinya.

ToM adalah kemampuan untuk mengatribusikan keadaan mental kepada diri sendiri maupun orang lain. Lebih dalam lagi, ToM adalah kemampuan untuk berpikir tentang atau memahami pikiran sendiri dan pikiran orang lain. ToM berkembang dari kemampuan untuk mengenali bahwa orang lain dapat memiliki kepercayaan yang berbeda dari diri sendiri dan bahwa kepercayaan tersebut adalah hasil dari pengalaman dan pengetahuan orang tersebut. Terakhir, aspek kunci dari ToM adalah EMPATI.

ToM menjadi dasar perkembangan teori EI. Intinya, EI terdiri dari 3 komponen: memahami emosi sendiri, memahami emosi orang lain, dan menyesuaikan perilaku untuk mencapai hasil yang diinginkan. Teori EI dikembangkan terus sehingga menghasilkan dua kelompok kuesioner: ability-based, seperti Mayer-Salovey-Caruso Emotional Intelligence Tes (MSCEIT), dan self-report, seperti Emotional Quotient Inventory (EQ-i).

MSCEIT didasari oleh pandangan bahwa emosi adalah sumber informasi yang dapat membantu orang untuk memahami dan mengarahkan lingkungan sosial di tempat kerja atau tempat lain. EI terdiri dari 4 kemampuan atau skill: mendeteksi emosi; menggunakan emosi; memahami emosi; dan me-manage emosi. Sedangkan EQ-i didasari oleh teori seperti learned optimism dan broaden-build theory yang intinya mengatakan bahwa keadaan emosi yang optimis itu adalah elemen penting dalam human functioning.

Terkadang sulit bagi kita untuk memahami alasan dibalik perilaku kita sendiri atau perilaku orang lain. Teori di atas menyatakan bahwa kita bisa memahami perilaku sendiri atau orang lain dengan memahami pikiran dan perasaan/emosi yang mendasari perilaku tesebut (sebab manusia bertindak berdasarkan dua hal tersebut). Misalnya, kita menemukan rekan kerja yang kinerjanya selalu meningkat ketika dikritik hasil kerjanya sedangkan kinerja kita menurun kalau dikritik. Saat kita berusaha untuk menjelaskan perilaku tersebut, saat itulah ToM bekerja. Setelah paham, tentu pada akhirnya kita bisa mengatakan, Oh, pantas saja dia bisa begitu dan saya begini.

EI akan terlibat saat kita mengenali emosi apa yang muncul dan membuat kinerja kita menurun hingga memanfaatkan emosi tersebut untuk bisa mencapai yang kita inginkan. Misalnya, ternyata kita merasa tidak mampu, sedih, atau kecewa terhadap diri sendiri ketika hasil kerjanya dikritik, sehingga tidak bisa fokus untuk meneruskan pekerjaan selanjutnya. Pemanfaatan emosi negatif itu dapat berupa mencari dan mempelajari banyak informasi tentang bagaimana cara kerja yang efektif, sehingga akhirnya kinerja kita bisa lebih baik.

 

Values in Action Inventory of Strengths (VIA-IS) (Yanhardi Chandrawan)



Professor Martin Seligman menyatakan bahwa manusia berkembang ke arah yang positif, kekuatan, yang ia sebut sebagai strengths. Seligman juga menyatakan bahwa bukan ketiadaan dari gangguan psikologis yang paling penting, tetapi lebih kepada perkembangan dan pengontrolan kesehatan psikologis seseorang. Dalam bukunya yang bernama Character and Strengths Handbook (Peterson dan Seligman) ia membuat 24 karakteristik dari strengths dengan 3 asumsi dasar berikut ini: 1) Strengths lebih penting daripada weaknesses, 2) Strengths dapat dimengerti secara sains, dan 3) Strengths membuat setiap individu unik, mirip dengan traits tetapi strengths dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

Seligman juga merancang sebuah assessment test yang bernama VIA-IS. Tes ini dapat diakses secara gratis melalui website https://www.viame.org/
VIA-IS mempunyai potensi besar dalam mendukung perkembangan individu seseorang (Clifton dan Anderson, 2002). Salah satu contoh penerapannya dalam bidang industri dan organisasi adalah dengan memberikan tes tersebut kepada para karyawan, kemudian bekerja-sama dengan mereka untuk mengembangkan strenghts mereka. Cara lainnya adalah dengan coaching.

Kritik terhadap VIA-IS antara lain: 1) Self-repport dianggapkan tidak dapat menggambarkan strengths orang secara akurat, karena hanya berdasarkan persepsi semata dan 2) Individu yang tahu dan berusaha memperbaiki kekurangannya (Weaknessess) bukanlah sesuatu hal yang buruk juga. Jadi menurut Boniwell (2006) keseimbangan antara perkembangan strenghts dan mengatasi weaknesses adalah yang terpenting.
Dalam penelitian oleh Park, Peterson, dan Seligman (2006) ditemukan bahwa VIA-IS dapat digunakan secara universal di semua negara.

Ada juga sebuah tes yang bernama Gallup's StrengthsFinder. Perbedaannya dengan VIA-IS adalah tes ini lebih berfokus kepada talent seseorang. Clifton dan Anderson mengatakan bahwa talent adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mereka juga mengatakan bahwa strengths akan menjadi jelas terlihat ketika seseorang mengembangkan talent yang mereka miliki melalui aplikasi nyata.


Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) (Eveline Chandra)



MBTI lebih terkenal dengan kuisioner tipe kepribadian dimana MBTI ini digunakan oleh pelatih dan para pengembang sumber daya manusia untuk membantu individu dan tim dalam memahami kepribadiannya dengan lebih baik. MBTI mengukur mengenai bagaimana seseorang melihat dunia dan mengambil suatu keputusan.

MBTI dikembangkan oleh sepasang ibu dan anak perempuannya, Katherine Myers dan Isabel Myers Briggs berdasarkan pada teori Carl Jung. Teori Jung mengatakan bahwa kepribadian seseorang terbagi menjadi dua tipe dasar yaitu ekstrovert dan introvert. Kemudian Jung menambahkan lagi 2 pasang dimensi yang saling berlawanan yaitu Sensing-Intuition dan Thinking-Feeling. Lalu oleh Katherine dan Isabel ditambahkan kembali dimensi yang keempat dari MBTI yang disebut oleh Judging-Perceiving.

MBTI memiliki 4 dikotomi (pasangan yang saling berlawanan) atau dimensi yaitu Ekstrovert-Introvert, Sensing-Intuition, Thinking-Feeling, dan Judging-Perceiving. Masing-masing dimensi ini memiliki pengertian yang saling berlawanan di setiap dimensinya. Seperti, Ekstrovert -Introvert dimana Ekstrovert menyalurkan energinya ke arah luar sedangkan Introvert lebih menyalurkan energinya ke arah dalam. Sensing-Intuition dimana Sensing lebih berdasarkan pada fakta yang konkret (berdasarkan informasi yang diterima oleh alat indra) sedangkan Intuition lebih melihat ke arah kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atau pola-pola yang terjadi. Thinking - Feeling dimana Thinking lebih ke arah berpikir logis dan rasional sedangkan Feeling lebih ke arah pemahaman, empati dan nilai-nilai sosial (lebih menggunakan perasaan). Judging - Perceiving dimana Judging cenderung lebih kaku dan lebih cepat dalam mengambil keputusan karena mereka berdasarkan pada proses thinking atau feeling sedangkan Perceiving lebih ke arah lebih lambat dalam mengambil keputusan karena mereka menggunakan proses berfikir sensing atau intuition.

MBTI biasanya diadministrasikan ke dalam 2 bagian oleh praktisi yang sudah ahli dan terakreditasi yaitu (1) kuisioner yang terdiri dari 88 pertanyaan yang mendorong kecenderungan kita untuk mengambil suatu keputusan; (2) Percakapan mendalam antara satu lawan satu.

MBTI tidak mengindikasikan sejumlah tipe kepribadian tetapi MBTI mengukur derajat kecenderungan untuk memahami seseorang. MBTI ini tidak cocok digunakan di dalam perusahaan secara rutin khususnya dalam hal rekrutmen dan promosi. Tetapi MBTI dapat mengukur kepribadian seseorang dan cara kerja seseorang agar mereka dapat bekerja sama dengan baik dengan sesama karyawan lainnya.

MBTI mendapatkan sanggahan dari dua orang tokoh yaitu Boyle dan Pittenger. Boyle mengatakan bahwa Reliabilitas dan validitas yang dimiliki oleh MBTI sangatlah terbatas sehingga menurut Beliau MBTI tidak cocok digunakan secara rutin di dalam suatu perusahaan. Pittenger mengatakan bahwa kita harus hati-hati dalam membuat kesimpulan dari keempat formula (huruf) yang di dapat melalui MBTI ini.

Critical Incident Technique (CIT) (Christy Sabrina)



Untuk dapat menjalankan tugas dengan baik dan membuahkan hasil seperti yang diharapkan, kita harus mampu menentukan perilaku yang dibutuhkan.
Seorang psikolog yang bekerja untuk Angkatan Udara AS bernama Kolonel John C. Flanagan mengemukakan sebuah metode penelitian perilaku yang disebut Critical Incident Technique (CIT). CIT adalah prosedur mengumpulkan informasi melalui pengamatan langsung tentang insiden yang dianggap memiliki arti khusus dan sistematis yanng didefinisikan sebagai kriteria. Jadi, dapat dikatakan bahwa yang menjadi fokus dari CIT adalah merekam dan menganalisis insiden.

Pihak-pihak yang dilibatkan dalam CIT adalah orang-orang yang baik secara langsung maupun secara tidak langsung terlibat dalam critical incident. Critical Incident sendiri berarti tindakan memperbaiki atau yang menyebabkan jauh dari hasil yang diharapkan.

Langkah-langkah dalam melakukan proses CIT meliputi:
1. Menentukan tujuan umum dari kegiatan.
2. Mengembangkan rencana dan spesifikasi untuk mengumpulkan insiden faktual mengenai kegiatan.
3. Mengumpulkan data (wawancara/ditulis langsung).
4. Menganalisa secara obyektif.
5. Menafsirkan dan melaporkan persyaratan, terutama yang memberikan kontribusi signifikan.

CIT telah diterapkan untuk berbagai kepentingan diantaranya: untuk mengukur kinerja khas dalam peran pekerjaan; sebagai tolok ukur kemampuan untuk tugas; pelatihan; desain pekerjaan; ergonomi; sebagai motivasi untuk menghasilkan performa kerja dan kepemimpinan yang lebih baik; untuk pengembangan dalam pembinaan, konseling, dan psikoterapi; serta dapat dijadikan standar untuk rekruitmen dan promosi. Proses CIT mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam profesi-profesi yang membutuhkan kompetensi tingkat tinggi yang dikombinasikan dengan perilaku tertentu seperti dokter, perawat, pilot maskapai penerbangan, personel militer, pendidik dan customer service.