Successful Manager VS Effective Manager (Jessie)



Seorang manager dalam perusahaan memiliki kinerja yang berbeda-beda, dan memberikan kontribusi dengan kadar yang berbeda-beda. Mereka juga memiliki cara yang berbeda-beda untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dalam perusahaan. Berdasarkan cara dan kontribusi mereka dalam perusahaan, manager terbagi menjadi 2 tipe, yaitu successful manager dan effective manager.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kedua tipe manager tersebut, mari kita lihat terlebih dahulu aktivitas yang dilakukan oleh seorang manager pada umumnya. Aktivitas yang lazimnya dilakukan oleh seorang manager adalah routine communication (meliputi general desk work, processing paperwork, menyampaikan hasil rapat, melakukan pertukaran informasi mengenai hal terkait pekerjaan, dsb), traditional management (planning, decision making, controlling), networking (sosialisasi, meliputi percakapan tidak terkait pekerjaan, menjatuhkan orang lain), dan human resource management (motivating, disciplining, mengatasi konflik, traning/developing).
Seorang manager yang successful biasanya akan mencapai posisi jabatan yang tinggi dalam perusahaan dengan waktu yang terbilang cukup singkat. Fokusnya adalah dengan melakukan networking untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dalam perusahaan. Melihat penjelasan sebelumya mengenai networking, ini berarti yang dilakukan oleh manager yang successful adalah dengan mencari dan mengandalkan koneksi untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dalam perusahaan, dan tidak mustahil jika mereka juga menjatuhkan orang lain untuk mencapai posisi tersebut. Namun jika melihat hasil kerja dan kontribusi mereka bagi perusahaan, dapat dikatakan mereka tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan perusahaan dalam mencapai goal. Banyak orang yang lebih memilih untuk menjadi manager yang successful daripada efektif yang mungkin disebabkan karena keinginan untuk memenuhi kebanggaan pribadi.
Effective manager adalah manager yang fokus pada aktivitas human resource management, dimana manager yang efektif lebih banyak melakukan pertukaran informasi mengenai pekerjaan dengan orang di lingkungan kerjanya, memberi feedback bagi hasil kerja anggotanya, menyelesaikan konflik yang terjadi, dan mengadakan training & development. Manager yang efektif memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan dalam mencapai tujuan bersama dengan kinerja mereka yang baik. Tipe manager seperti inilah yang paling dibutuhkan dan lebih menguntungkan perusahaan.
Perlu diingat bahwa tujuan dari perusahaan adalah mencapai goal, dan untuk mencapai goal tersebut dibutuhkan kontribusi yang optimal dari pekerja termasuk manager yang efektif. Manager yang successful memang memiliki keuntungan tersendiri karena dapat mencapai posisi yang tinggi dalam perusahaan dengan jangka waktu yang singkat dan bermodalkan koneksi, namun jika perusahaan menghadapi krisis dan memutuskan untuk mengurangi jumlah pekerjanya, maka kemungkinannya lebih besar bagi manager yang successful untuk diberhentikan dibanding manager yang effective, karena manager yang efektif memberikan kinerja yang baik dan dibutuhan perusahaan untuk menghadapi situasi krisis. Jadi, ingin menjadi manager dengan tipe yang manakah anda? Sukses dengan cepat atau efektif dan menguntungkan perusahaan? Pilihan di tangan anda.


Organizational Citizenship Behaviors (OCBs) (Florencia Irena)



Pernahkah kamu menemukan seseorang yang bekerja melebihi apa yang seharusnya ia kerjakan? Yang dimaksud bekerja lebih disini adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang berada diluar perannya sebagai seorang pekerja. Individu ini cenderung melakukan hal-hal diluar tugasnya dan tanggung jawabnya. Perilaku seperti ini disebut Organizational Citizenship Behaviors.
Sebagai contoh, ketika seseorang menjabat sebagai manager marketing dari sebuah perusahaan, tuntutan utama yang ia harus penuhi adalah mengatur sebuah tim dan berupaya agar tim tersebut dapat bekerja secara maksimal serta mendapatkan penjualan melebihi target. Namun individu ini bisa beperilaku diluar peran ini, ia akan pulang beberapa jam melewati jam pulangnya, hanya untuk mendengarkan keluhan dari bawahannya. Ia mampu membimbing bawahannya hingga mencapai performa maksimal sekaligus berupaya agar dapat menjadikan bawahannya lebih berkembang hingga menjadi seorang leader sepertinya. Selain itu, dapat menyampaikan nilai-nilai dari organisasi perusahaan terhadap seluruh anggota tim tersebut.
Organizational Citizenship Behaviors merupakan perilaku Individu yang secara tidak langsung, perilaku yang dilakukan lebih dari sekedar produktif, mampu melakukan lebih dari tugas-tugasnya, serta mampu mendorong organisasi menjadi lebih baik lagi. Individu dengan perilaku citizenship behavior dapat meningkatkan performa tim, dan tentu saja pada akhirnya akan meningkatkan performa organisasi itu sendiri.
Berbagai bentuk OCBs yakni Altruism, conscientiousness, civic Virtue, sportsmanship, dan courtesy. Perilaku altruism adalah dengan membantu orang lain yang merasa kurang baik. Conscientiousness adalah perilaku dimana individu pulang lebih telat karena ingin menyelesaikan projek. Civic Virtue adalah perilaku ketika individu bersedia mewakili perusahaan secara sukarela. Sportmanship adalah perilaku ketika individu mau membagikan suatu cerita kegagalan dan mau menerima saran dari anggota kelompok untuk berupaya menjadi sukses. Courtesy adalah perilaku dimana individu lebih perhatian dan mampu bersikap empati.


Taklukkan Stress, Tingkatkan Produktivitas (Natasya)



Keuntungan yang didapat oleh perusahaan erat kaitannya dengan kinerja pekerjanya. Tidak hanya karyawan tingkat bawah saja, kinerja supervisor, manajer, sampai pemilik perusahaan menjadi unsur penting dalam kemajuan perusahaan. Namun, bagaimana kinerja pekerja dapat menjadi optimal jika merasa stress selama bekerja? Kenali tanda-tanda stress pada pekerja, diantaranya membawa pekerjaan ke rumah, sering lembur, melewatkan jam istirahat, terlihat kelelahan, sulit mendelegasikan pekerjaan, dan lain-lain. Bila anda/karywan anda mengalami tanda-tanda tersebut, mulailah mencari tahu hal apa yang menjadi pemicu (stressor).
Stress datang dari berbagai aspek. Baik dari luar organisasi (kondisi perekonomian, politik, dsb.), dalam organisasi, maupun dari dalam diri sendiri. Kepribadian yang ada dalam diri sendiri ternyata juga dapat mempengaruhi kadar stress yang dialami. Di akhir tahun 1960-an, Friedman and Rosenman memperkenalkan tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B. Kedua tipe kepribadian ini sangat bertolak belakang, jadi hampir tidak mungkin seseorang masuk dalam kategori kedua tipe ini.
Seorang dengan tipe A umumnya suka bekerja keras, tidak bisa diam, cenderung suka bergerak dengan cepat, multitasking, kompetitif, agresif, dan sering kali berada di bawah tekanan waktu. Berlainan dengan tipe B yang cenderung santai, mengerjakan satu hal dalam satu waktu, sabar dan tidak pernah terburu-buru. Salah seorang klien kakak saya, seorang pengusaha yang memiliki banyak jenis usaha merupakan seorang yang termasuk dalam tipe A. Beliau cenderung menuntut deadline, dan cukup keras mempertahankan prinsipnya. Dalam usianya yang mencapai 60-an tahun, beliau masih terjun langsung dalam setiap usaha yang dimilikinya maupun usaha-usaha lain yang diusungnya bersama dengan rekan sekerjanya. Beliau nampak tertekan dengan deadline dan cenderung stress dengan pekerjaan yang agak terhambat karena masalah tertentu.
Lain halnya dengan anak beliau, yang membantu usaha sang ayah. Jika sang anak diberikan tawaran sebuah desain, ia langsung menyetujuinya tanpa perlu pertimbangan yang banyak. Di samping itu, ia juga bersahabat dan tidak menuntut. Namun, ia kerap terlambat dalam hampir setiap pertemuan dan sukar membuat keputusan. Ia termasuk dalam tipe B.
Kepribadian tipe A tentu saja memiliki kemungkinan stress lebih besar daripada tipe B. Keadaan yang terburu-buru, keinginan untuk serba cepat, agresifitas, dan kompetisi merupakan sebuah pemicu stress. Akan tetapi, terkadang stress tidak hanya menghasilkan hal buruk saja. Penelitian membuktikan bahwa seorang tipe A lebih mempunyai kesempatan untuk sukses, dan menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan tipe B. Klien kakak saya dengan tipe A membuktikannya, dalam hidupnya ia sudah membuahkan banyak jenis usaha baik dalam bisnis kuliner, karaoke keluarga, tempat bermain anak-anak, dan lain-lain. Sedangkan puteranya cenderung mengikuti arahan sang ayah.
Bukan berarti hanya orang dengan kepribadian A saja yang bisa sukses. Apapun kepribadian yang kita bawa sejak lahir, baik kepribadian A maupun kepribadian B tidak menjadi satu-satunya penentu baik buruknya kinerja. Bagian yang paling penting adalah beradaptasi, dan mengatasi stress. Bila kita berkepribadian A dan tidak mampu menghadapi stress, tidak akan ada hasilnya pula. Dan bila kita berkepribadian B namun dilengkapi dengan optimisme, kerja keras, kepercayaan diri, dan dapat menguasai kelemahan-kelemahan maka kinerja yang dihasilkan akan menjadi jauh lebih baik.
Dengan kinerja yang semakin baik, semakin besar pula profit yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Happy worker is a productive worker, productive worker makes more money.


Work Engagement (Zaffira Hanna Qaddura)



Work engagement merupakan salah satu faktor penting dalam dunia pekerjaan. Work engagement adalah suatu state di mana seseorang memiliki motivasi positif untuk menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Work engagement dapat pula dikatakan sebagai hubungan antara pekerja dengan pekerjaan yang dilakukannya. Karyawan yang engaged dengan pekerjaannya memiliki energi dan ketertarikan yang tinggi pada pekerjaannya. Karyawan dengan work engagement akan dengan senang hati terlibat dengan pekerjaannya atau dengan kata lain mengerjakan pekerjaannya dengan tulus dan bekerja dengan giat. Dengan adanya work engagement para pekerja akan dengan senang hati mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk sebuah pekerjaan. Dan pekerja akan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Work engagement dapat dilihat melalui semangat, dedikasi, dan penghayatan yang dimiliki karyawan. Semangat yang dimiliki karyawan merupakan pancaran energi yang kuat selama karyawan menghadapi suatu pekerjaan dan tekun menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan itu sendiri. Dedikasi merupakan rasa keterikatan yang kuat antara diri karyawan dengan pekerjaan yang karyawan lakukan. Dengan kata lain, saat karyawan menghadapi sebuah pekerjaan mereka akan merasa bermakna, memiliki antusiasme dan kebanggaan yang tinggi. Apabila dalam bekerja karyawan selalu fokus dan serius mengerjakan sesuatu, maka waktu akan terasa begitu cepat.
Work engagement terlihat di mata orang lain berupa perilaku dan hasil. Karyawan akan berpikir dan bekerja secara proaktif dan akan mengambil tindakan sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan akan fokus pada tujuan dan akan mencoba mencapai tujuan organisasi secara konsisten. Karyawan akan berusaha mencari jalan untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, dan tidak mudah menyerah walau dihadapkan rintangan atau situasi yang membingungkan.
Berdasarkan dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa work engagement mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Untuk dapat meningkatkan work engagement pada diri karyawan sebaiknya dilakukan dengan memberikan pekerjaan yang bermanfaat bagi para pekerja, yang mampu meningkatkan keterlibatan dan keefektifan mereka. Selain itu, pada diri pekerja itu sendiri diperlukan harga diri dan optimisme yang tinggi untuk mencapai work engagement. Usahakan agar selalu berada dalam kondisi yang fit saat melakukan pekerjaan agar dapat bekerja secara optimal. Pekerjaan juga akan dilakukan dengan penuh tanggungjawab apabila sesuai dengan minat pekerja itu sendiri.

Peran Tujuan dalam Meningkatkan Motivasi (Agnes Tryscella Welken)



Tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dalam bekerja merupakan sesuatu hal yang penting. Motivasi merupakan sebuah proses untuk menjelaskan mengenai perilaku seseorang dan tidak dapat disamakan dengan perilaku. Motivasi juga tidak berasal dari dalam diri dan tidak dapat dilihat, tetapi motivasi seseorang akan muncul ketika seseorang mempunyai tujuan. Steers et al. (2004) mendefinisikan motivasi kerja sebagai dorongan yang mengendalikan seseorang untuk berperilaku dengan cara memberikan energi, mengarahkan, dan memelihara perilaku kerja mereka. Dengan kata lain apabila seseorang merasa termotivasi maka ia akan memberikan energi yang lebih terhadap sesuatu yang mereka kerjakan. Apabila seseorang tidak merasa termotivasi, ia tidak akan melakukan suatu hal dengan semangat, mungkin orang tersebut melakukan pekerjaannya bukan karena ia memiliki motivasi untuk bekerja tetapi karena suatu keharusan atau karena adanya tekanan sehingga dapat kita katakan ia melakukannya dengan terpaksa.
Di dalam Self-Regulation Theories dijelaskan bahwa proses motivasi secara langsung terkait dengan cara individu untuk mengatur perilaku mereka sendiri dalam mencapai tujuan yang mereka miliki. Jadi seorang individu akan merasa termotivasi dan mengetahui hal yang harus mereka lakukan agar tujuan mereka dapat tercapai, ketika mereka benar-benar mengerti akan tujuan mereka. Sebagai contoh ketika seseorang mencari pekerjaan karena membutuhkan uang, pada awalnya ia tidak akan termotivasi untuk mencari pekerjaan karena ia tidak memiliki tujuan. Tetapi ketika ia memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan uang, maka dengan sendirinya ia akan termotivasi dan berusaha untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Ketika seseorang termotivasi karena memiliki tujuan, ia mengetahui bagaimana cara mencapai tujuannya.
Dengan adanya suatu tujuan dalam diri, kita menjadi mengetahui hal apa yang harus kita lakukan dan untuk apa kita melakukan hal tersebut. Tujuan mengarahkan perhatian kita agar fokus pada strategi dalam pencapaian suatu tujuan sehingga kita bisa lebih termotivasi untuk melakukan sesuatu. Tujuan juga membuat kita menjadi lebih berkomitmen akan sesuatu yang kita kerjakan.
Tanpa adanya tujuan kita mungkin dengan mudahnya meninggalkan pekerjaan yang terasa berat, atau menyerah ketika kita merasa lelah dalam melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, adanya suatu tujuan sangatlah penting sebagai sarana memotivasi diri kita. Dapat kita simpulkan bahwa dengan adanya tujuan maka kita menyadari bahwa kita memiliki kebutuhan, sehingga kita akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dan hal itu akan membuat kita berperilaku untuk memenuhi kebutuhan kita. Untuk itu, jangan khawatir mengenai motivasi diri anda, anda akan merasakan termotivasi ketika anda sudah memiliki suatu tujuan.