Work Engagement (Yohana Priska Aprilie)



Banyak dari kita yang sudah tidak asing lagi dengan kata engagement. Biasanya kata ini identik dengan hubungan sepasang kekasih yang semakin serius. Namun, apabila kata engagement ini dihubungkan dengan pekerjaan, mungkin akan terdengar aneh. Jadi apakah sebenarnya work engagement itu? Mungkin di antara kita sebenarnya pernah atau bahkan sering melakukan work engagement. Pikiran positif, ingin menyelesaikan hal yang berhubungan dengan pekerjaan ditandai dengan semangat, dedikasi, dan keasyikan (Schaufeli, Salanova, González-Romá, & Bakker, 2002)
Kondisi mengerjakan sesuatu yang kita minati yang membuat kita lupa akan waktu, lupa apakah sebelumnya sudah makan atau belum, atau mungkin lupa tidur. Kondisi ini terkadang membuat kita merasa waktu berlalu begitu cepat. Individu mana pun yang memiliki work engagement dengan pekerjaannya, biasanya akan memiliki performa yang baik dalam bekerja. Hasil yang diberikan pun biasanya adalah hasil terbaik yang ia miliki. Berbeda dengan individu yang tidak memiliki work engagement. Individu ini akan memberikan performa yang biasa saja atau cenderung buruk. Hasil yang diberikan pun bukanlah hasil yang terbaik, namun hasil yang apa adanya.
Work engagement memang bersifat internal, dalam setiap individu pasti berbeda-beda. Mungkin Anda menyukai otomotif, maka Anda akan sangat mencintai pekerjaan yang berhubungan dengan otomotif. Atau saya, saya suka mengajar anak-anak. Maka saya akan sangat mencintai pekerjaan saya mengajar anak-anak saat ini. Namun, tak dapat dipungkiri, akan ada hal-hal eksternal yang akan memengaruhi performa dan hasil yang kita berikan pada pekerjaan kita. Tetapi, selama pekerjaan itu kita cintai dan dukungan eksternal pun baik, maka performa dan hasil yang kita berikan akan maksimal.
Memang di zaman sekarang, untuk menemukan karyawan atau individu yang memiliki work engagement tidak mudah. Karena tuntutan pekerjaan yang berbeda-beda dan kebutuhan yang berbeda-beda. Namun, work engagement dapat muncul apabila pekerjaan yang saat ini ditekuni mirip dengan apa yang diminati. Sebagai contoh, saya sangat menyukai anak-anak. Hal ini sudah tertanam dalam diri saya bahkan sejak saya berusia 8 tahun. Begitu pun sebaliknya, anak-anak menyukai saya.
Saat ini saya bekerja di suatu bimbingan belajar dan saya mengajar anak tingkat SD-SMP. Sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa saya akan menjadi guru bahkan di suatu bimbingan belajar karena saya tidak merasa mampu menjelaskan dengan baik. Namun nyatanya, setelah hampir satu tahun saya bekerja di sana, anak-anak yang saya ajar menyukai saya dan saya merasa begitu mencintai pekerjaan ini. Bahkan, saya tidak pernah menyangka bahwa anak yang saya ajar memiliki peningkatan dalam nilai pelajarannya. Saya pun tidak pernah terpikirkan untuk memiliki cita-cita menjadi guru di sekolah formal. Namun saat ini, itulah yang menjadi impian saya setelah lulus kuliah nanti.
Pengalaman saya tersebut merupakan contoh bahwa work engagement akan muncul walaupun sebelumnya tidak disadari oleh individu, apabila pekerjaan itu meliputi bidang-bidang yang diminati. Jangan pernah meminta saya untuk bekerja di bidang seni karena saya akan merasa sangat menderita untuk mengerjakan hal itu. Karena seni bukanlah hal yang saya minati. Begitulah individu yang tidak memiliki work engagement. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda individu yang memiliki work engagement?


Organizational Citizenship Behaviour (Stefanus Otto Sindhunata)



Adalah sebuah istilah yang sangat populer dalam bidang Psikologi Industri Organiasasi, istilah ini mulai diperkenalkan 25 tahun yang lalu. Organizational Citizenship Behaviour ( OCBs ) dapat diartikan sebagai perilaku individu yang bekerja dengan giat, rajin, dan sangat termotivasi dalam pekerjaannya bukan karena disuruh ataupun diperintah, tapi dia melakukan hal itu karena sukarela, dan perilaku tersebut membuat perusahaan ataupun organisasi berjalan lebih efektif.
OCBs bisa dikatakan sebagai kecendrungan karyawan untuk mau berkerjasama, suka membantu, peduli, dan rajin. Hal tersebut mungkin muncul karena ada hubungannya dengan membalas budi pada perusahaan, motivasi kerja yang tinggi, puas pada pekerjaan nya, dan rasa komitmen yang besar. Studi menunjukan bahwa lingkungan kerja dan sistem yang adil mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan OCBs, baik itu berupa perlakuan perusahaan pada karyawan maupun reward ( gaji, penghargaan, hadiah, dll ) yang mereka terima.
Contoh-contoh perilaku OCBs bisa dalam bentuk sebagai berikut; 1) altruisme (mementingkan kepentingan bersama seperti membantu karyawan yang sedang tidak sehat), 2) Rajin (contohnya seperti berkerja sampai malam untuk menyelesaikan project), 3) kebajikan (contohnya mewakili perusahaanya untuk berkontribusi dalam kegiatan amal), 4) bersikap sportif (berbagi pengalaman kegagalan pada teman kerjanya agar ia tidak mengalami hal yang sama), dan lain sebagainya.
Intinya adalah perilaku OCBs sangat berharga bagi organisasi ataupun perusahaan, orang dengan perilaku tersebut biasanya mempunyai performa kerja yang baik walaupun terkadang perusahaan atau organisasi tidak menyadari bahwa mereke mempunyai pekerja yang hebat seperti itu. Akan tetapi studi menemukan bahwa orang dengan perilaku OCBs bisa terbebani lebih banyak, rentan terkena stress, dan rawan konflik keluarga karena menghabiskan porsi waktu mereka lebih banyak pada pekerjaan.


Theory of Planned Behavior (Nadia Agustiputri Astari)



Teori ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Icek Ajzen dan teman- temannya. Pada intinya teori ini menjelaskan mengenali asal-usul munculnya sebuah perilaku. Teori ini mampu kita gunakan dalam berbagai bidang baik itu psikologi sosial, psikologi industri organisasi, dll. Pada bidang psikologi industri organisasi teori ini mampu kita gunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku karyawan. Teori ini khususnya mampu memberikan sebuah intervensi ketika terdapat suatu karyawan yang bekerja tidak produktif. Untuk dapat melakuan intervensi, kita harus mampu menganalisis terlebih dahulu apa yang menyebabkan perilaku tidak produktif, melalui teori inilah kita mampu menganalisanya dengan baik. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tergantung dari intensi atau niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Intensi seseorang itu ditentukan oleh tiga hal yaitu attitude, subjective norm, dan perceived behavioral control.
Attitude atau sikap merupakan penilaian yang individu lakukan yang menghasilkan rasa suka atau tidak sukanya terhadap suatu objek. Attitude atau sikap seseorang terhadap pekerjaannya dapat menentukan kinerja individu tersebut. Misalnya saja apabila individu memiliki sikap yang negatif (tidak menyukai) pekerjaannya maka intensi individu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik juga akan menurun, hal ini selanjutnya akan berdampak pada perilaku yang ditunjukkan, karyawan tersebut bisa saja tidak lagi terpacu untuk giat bekerja dikarenakan sikapnya tersebut. Hal yang akan terjadi adalah penurunan produktivitas pekerjaan dimana tentunya hal ini merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan. Maka dengan itu penting bagi perusahaan untuk memantau sikap karyawan terhadap pekerjaan yang ia miliki. Sikap yang harus dipantau tidak hanya sikap karyawan terhadap pekerjaannya namun perlu juga dipantau sikap karyawan terhadap lingkungan kerjanya (apakah ia menyukai lingkungan kerjanya), teman kerja (apakah ia memilki hubungan yang baik dengan teman kerja), dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan dunia kerja.
Selain sikap, norma subjektif juga dapat menentukan sebuah perilaku atau dalam konteks ini adalah kinerja karyawan. Norma subjektif (norm subjective) itu sendiri merupakan persepsi seseorang mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Misalnya apabila terdapat individu bekerja pada sebuah lingkungan kerja dimana sebagian besar karyawan tidak bekerja secara produktif maka individu tersebut akan mengembangkan persepinya bahwa bekerja secara tidak produktif tersebut merupakan suatu norma yang berada di lingkungan kerjanya. Hal ini membuat individu merefleksikan norma dengan meningkatan intensinya untuk beperilaku sedemikian rupa juga. Karyawan tersebut menjadi berperilaku menjadi tidak produktif, bukan karena ia tidak mampu hanya saja individu ini merasa bahwa hal ini merupakan suatu hal yang lumrah. Maka dari itu perusahaan juga harus memantau lingkungan kerja yang positif agar seluruh karyawan dapat mengembangkan pola kerja yang positif pula dan terdorong untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
Yang terakhir adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control adalah keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam melakukan suatu perilaku (keyakinan apakah ia mampu atau tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan). Ketika seorang karyawan yakin bahwa ia mampu mengerjakan pekerjaannya, maka ia juga yakin bahwa ia memiliki kontrol terhadap perilakunya tersebut. Keyakinan yang positif ini kemudian akan meningkatkan intensi individu untuk bekerja dengan baik karna ia yakin ia mampu maka ia juga akan menunjukkan perilaku yang serupa dimana ia akan giat dalam melakukan pekerjaannya. Namun sebaliknya, apabila pada awalnya individu sudah mempersepsi bahwa ia tidak mampu mengerjakan pekerjaannya, intensi individu untuk mengerjakan pekerjaan pun akan menurun, penurunan intensi ini akan mempengaruhi perilaku kerja individu tersebut, Individu tersebut bisa saja menjadi malas-malasan, tidak percaya diri dalam menerjakan tugas, atau tetap mengerjakan tugas namun mengerjakannya tidak dengan sepenuh hati. Intervensi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan self-efficacy karyawan agar ia yakin terhadap kemampuannya dan menjadi termotivasi untuk mengerjakan pekerjaannya.


Pembuat Keputusan yang Kreatif (Ivonne Tjendra Putra)





Kisah minuman teh susu yang sedang booming akhir-akhir ini, dapat kita jumpai kios-kios yang menjual minuman teh susu yang satu ini. Ketika memilih untuk menjual minuman jenis ini tentu harus memiliki berbagai perhitungan untuk menyulap minuman teh susu yang awalnya biasa saja menjadi sebuah minuman yang bernilai, biasanya teh susu ini memiliki berbagai macam rasa dan juga dicampur dengan bahan lainnya seperti bubble, agar-agar, kacang merah, dan yang lainnya. Disinilah seseorang harus memberikan kreativitasnya agar dapat membuat cita rasa yang enak tentu hal tersebut membutuhkan keahlian dalam membuat resep dan merasai minuman, perlu diperhatikan juga takaran isi minuman, harga yang harus dipatok, desain tempat juga harus dibuat semenarik dan senyaman mungkin, namun tetap sesuai dengan biaya yang dimiliki. Agar semakin menarik pembeli, digunakanlah sistem gratis satu minuman dengan cara mengkoleksi stempel sejumlah 10 buah. Kemudian dari segi desain kemasan minuman juga perlu untuk dibuat menarik dan ikonik. Semakin bertambanya kios-kios yang menjual jenis minuman satu ini, menunjukkan bahwa usaha satu ini dapat bertahan ditengah-tengah kompetisi penjualan minuman. Coba bayangkan hanya dengan menjual satu jenis minuman dapat menghasilkan keuntungan bagi pemilik kios dengan nilai yang cukup menggiurkan, dan dapat menutupi biaya operasional, sewa tempat, dan lainnya. Tak dipungkiri lagi bahwa kreativitas merupakan hal yang penting agar dapat membuat minuman teh susu yang sederhana ini semakin memiliki nilai jual. Demikian halnya dengan dunia kerja yang kompetitif ini seseorang dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif. Kreativitas itu sendiri terdiri dari tiga komponen, yaitu keahlian, kemampuan berpikir kreatif, dan motivasi. Keahlian meliputi pengetahuan teknik, prosedur, dan intelektual. Dalam menciptakan sebuah keputusan yang kreatif seseorang harus memiliki keahlian dalam bidan g tersebut, karena kreatifitas tidak semata-mata datang hanya karena kebetulan atau tiba-tiba saja, tentu membutuhkan perhitungan dan kedisiplinan. Kemampuan berpikir kreatif menentukan seberapa fleksibel dan imaginatif seseorang dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang efektif. Sedangkan motivasi merupakan keinginan dari dalam diri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan sering menghasilkan keputusan yang lebih kreatif dari yang diharapkan. Orang yang kreatif adalah orang yang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, pembuat keputuasan yang intuitif, tahu bagaimana mengambil keuntungan dari sebuah ide yang cemerlang, memecahkan paradigma berpikir yang lama dan terkadang dilihat kurang masuk akal. Pembuat keputusan intuitif ini tergambarkan dari tacit knowledge atau pengetahuan diam- diam, yaitu sebuah pengetahuan yang tidak mudah untuk dijelaskan, pengetahuan ini didapatkan melalui obseravasi dan pengalaman, dan kelihatannya terletak pada alam bawah sadar seseorang. Contohnya ketika seseorang yang sering mengemudikan mobil, seiring dengan berjalannya waktu tentu orang tersebut akan menjadi mahir dalam mengemudikan mobil, serta usaha dan perhatian yang diberikan pada saat mengemudi akan semakin berkurang, dengan kata lain mengemudikan mobil telah menjadi kebiasaannya.


Cara Menghadapi Stres dalam Berkerja (Yorwendy)



Stres adalah penyakit yang dapat terjadi pada setiap orang. Tidak peduli status sosial, tingkat ekonomi, gender dan lain sebagainya. Disaat semua manusia mengejar kekayaan, mereka yang telah mendapatkan kekayaannya tetap dapat merasakan kegelisahan, tekanan dan ancaman yang menimbulkan stres. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam menangani stres. Sebelum menyusun strategi- strategi yang tepat, kita harus mengetahui jenis energi apa yang kita keluarkan saat melakukan aktivitas atau perkerjaan.
Tense energy adalah kondisi dimana seseorang menjadi stres saat berusaha menyelesaikan suatu perkerjaan dibawah tekanan dan perasaan cemas. Perasaan cemas ini datang dari pandangan negatif tentang suatu perkerjaan dan kekhawatiran bila kita tidak dapat mengerjakan tugasnya sesuai yang diinginkan. Tense energy inilah yang banyak dikeluarkan individu sehingga individu tersebut menjadi stres. Individu dengan tense energi mempunyai kemungkinan stres yang sangat tinggi,
Berbeda dengan calm energy, dalam mengerjakan perkerjaan, individu dapat merasa flow, tenang dan santai. Individu yang mengerjakan perkerjaan dengan calm energy dapat berpikir dengan jernih dan perasaan yang nyaman. Sehingga ide-ide kreatif mudah keluar dan potensi-potensi yang dimiliki individu tersebut dapat dikeluarkan secara maksimal. Sebaiknya agar terhindar dari stres, kita harus menggunakan energi ini pada setiap aktivitas kita atau perkerjaan kita sehari-hari.
Penyebab stres yang paling umum ditemukan pada individu-individu yang mengalami stres adalah buruknya kondisi keluarga, keuangan, perubahan usia, tuntutan perkerjaan, dan kurangnya interaksi pada lingkungan sekitar. Namun banyak orang yang nyatanya tidak menyadari bahwa diri mereka mengalami stres. Mereka cenderung terlalu fokus menyelesaikan suatu perkerjaan, dan mengabaikan hal-hal lainnya yang ada disekitarnya, termasuk dirinya sendiri.
Orang yang mengalami stres dalam berkerja dapat dilihat dari beberapa gejala. Mereka yang tidak bisa lepas dari ikatan perkerjaan walaupun pada waktu beristirahat adalah salah satu gejalanya. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan fisik dan psikologis mereka. Tidak banyak orang terkena penyakit fisik dan psikologis karena stres. Mereka menimbun pikiran dan tekanan dari lingkungan sekitarnya. Stres juga dapat menghasilkan perilaku yang menyimpang seperti melakukan tindak kekerasan, minum alkohol, penggunaan obat-obatan, meyakiti diri, dan merokok.
Beberapa cara mengatasi stres adalah melakukan pendekatan dengan sumber stresnya. Untuk mengatasi sumber stres yang berasal dari diri individu, ada baiknya melakukan olahraga secara teratur. Dengan olahraga secara teratur, pikiran dan fisik akan menjadi segar. Dengan begitu, kemampuan coping stress individu akan meningkat. Seseorang yang melakukan relaksasi juga dapat meredakan stres. Dengan pikiran yang tenang, seseorang akan lebih mudah berpikir jernih dan bertambah sehat secara rohani dan jasmani. Relaksasi bisa dilakukan setiap pagi dengan meditasi atau mendengarkan lagu klasik dan membiarkan diri tetap terjaga.
Sumber stres lainnya adalah berasal dari lingkungan perkerjaan. Jenis penanganan yang tepatnya adalah dengan melakukan organizational coping strategies. Tujuan organizational coping strategis mengurangi sumber dari stres, mengadakan training tentang pengaturan stres dan menyelenggarakan jaminan kesehatan serta bimbingan konseling di tempat kerja.
Stres bukanlah sesuatu yang mudah disembuhkan. Tetapi dengan mengetahui arti, gejala, dampak dan cara penanganan stres akan membantu individu mengatasi stres. Lakukan cara-cara diatas secara rutin dan bertahap juga dapat mencegah datangnya stres. Temukan sumber stres dahulu, lalu pilihlah cara penanganan yang tepat. Bila menemui kesulitan dalam menangani stres sendirian, cobalah sharing ke keluarga, teman dan psikolog bila dibutuhkan.