Kesepakatan dalam Keluarga, Istri Berperan Ganda (Monica Teny)

Di era modern ini, tidak heran jika banyak wanita yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus berperan sebagai wanita karir, “membanting tulang” bekerja keras untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarganya, bahkan berperan sebagai seorang pemimpin dalam keluarga menggantikan peran seorang ayah.
 Peran ganda seorang wanita itulah yang dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik dalam keluarga jika tidak dapat membagi perannya secara bijaksana. Permasalahannya dapat ditimbulkan dari berbagai pihak, seperti dari pihak istri sendiri setelah lelah berperan sebagai seorang karyawan di kantornya, sesampainya di rumah ia harus kembali berperan sebagai ibu rumah tangga mengurus keluarga. Jika ia tidak dapat membagi perannya dengan baik antara perannya sebagai seorang karyawan dan ibu rumah tangga, hal itulah yang dapat memicu timbulnya konflik, seperti marah-marah dengan suami atau anaknya karena lelah atau stress mengurus pekerjaan kantornya, dan lain-lain. Selain itu sendiri dari pihak suami dan anak, dimana karena istri tidak dapat membagi perannya dengan baik (tidak dapat berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik), suami dan anak menjadi terabaikan dan kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian sepenuhnya.
Menurut saya tidak ada salahnya seorang wanita yang telah berkeluarga berperan ganda sebagai seorang karyawan dan ibu rumah tangga, karena selain dapat menambah atau menunjang ekonomi keluarganya, dapat menjadikan dirinya lebih produktif untuk berkreasi dan berkarya dalam bidang pekerjaannya. Maka dari itu agar kedua perannya dapat berjalan baik dan seimbang, harus diperlukannya kesepakatan dalam diri dan keluarganya (dengan suami dan anaknya). Maksudnya sepakat dalam diri adalah seperti tidak membawa beban kantornya ke rumah agar jika kembali berperan sebagai seorang ibu rumah tangga dapat sepenuhnya berperan dengan bijaksana sebagai seorang istri untuk suaminya dan ibu untuk anak-anaknya. Sedangkan sepakat dengan keluarga (suami dan anak) adalah seperti selalu memberitahukan dan membicarakan jadwal pekerjaannya seperti pulang malam atau lembur, tugas ke luar kota atau luar negri, dan lain-lain.
Jadi tidak ada salahnya seorang wanita merangkap perannya sebagai seorang karyawan dan ibu rumah tangga, asalkan adanya kesepakatan di dalam keluarga akan perannya agar tidak menimbulkan konflik dalam keluarga. 

9 September 2013

Saya, Kamu, dan Dia, Sama Saja.. (Ratna Sari Dewi)

     Sampai juga pada topik pembahasaan yang sangat menggelitik buat saya, dikelas perilaku seksual, yakni pembahasan mengenai heteroseksual, biseksual, dan homoseksual. Wah, kalau membicarakan mengenai orientasi seseorang terdengar sangat asing bagi telinga orang timur seperti kita. Tidak akan tabu  jika kita membahas mengenai bagaimana suatu individu dan individu lain menjalin suatu hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda (laki-laki dan perempuan), inilah yang disebut dengan heteroseksual. Inilah orientasi seksual  yang banyak terdapat didalam masyarakat tertentu dan ini dianggap normal dibanding orientasi seksual lainnya.
     Orientasi seksual yang lainnya ialah biseksual, biseksual adalah pria dan wanita yang tertarik secara seksual atau erotik kepada anggota dari kedua jenis kelamin, nahh kadang ini orang kenal dengan sebuatan AC DC, individu dengan orientasi seksual seperti ini menikmati mereka menikmati berhubungan dengan sesama jenis dan dengan lawan jenis dan pasangan biseksual sangat jarang ditemui dan muncul kepermukaan untuk dibahas secara ilmiah. Orang-orang biseksual lebih merupakan orang yang tertarik secara seksual kepada orang-orang dari kedua jenis kelamin selama masa waktu yang bersamaan. 
    Nah, Orientasi seksual ini, yang masih dianggap tabu oleh masyarakat kita yakni adalah Homoseksual dimana adanya ketertarikan antara individu dan individu lain yang memilki jenis kelamin yang sama, nahh inilah yang sangat menarik perhatian saya dan pembahasan minggu ketiga ini, mereka yang memiliki orientasi seksual seperti ini memiliki terjadi karena ada 4 faktor menurut Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS yaitu  faktor biologik yaitu gangguan di pusat seks di otak, dimana gangguin ini dibawa sejak lahir, yang Kedua adalah faktor perkembangan psikoseksual sejak kecil, Yang ketiga yakni faktor sosiokultur yaitu kondisi sosial budaya  disuatu masyrakat yang memang memberlakukan homoseksual, dan terakhir adalah faktor lingkungan karena pengaruh lingkungan yang menyebabkan seseorang merasakan pengalaman homoseksual. Untuk keempat faktor diatas yang seharusnya bisa ditoleransi ialah dimana seorang tidak bisa lagi menyukai lawan jenisnya akibat faktor biologik yang memang secara tidak langsung dianggap "menganggu" oranglain. Banyak diantara mereka yang harus dikucilkan keluarganya, masyarakat, dan lingkunganpun memusuhinya.
     Untuk orang seperti ini, mereka tidak memilki banyak pilihan hidup, mereka harus hidup dari cemoooh orang, dikucilkan dan dikucilkan. Saya rasa kalaupun mereka bisa memilih mereka akan memilih hidup normal seperti orang pada umumnya. Dulu waktu saya duduk di sekolah menengah, saya kursus berbahasa inggris, guru saya adalah  seorang laki-laki, dia mengajar sangat baik, dan sangat peduli dengan kami semua. Penampilannya yang maskulin pun tidak menunjukan bahwa dia seorang homoseksual. Singkat cerita karena kedekatannya dengan kami dia akhirnya mengaku kepada kami, beberapa muridnya bahwa dia adalah seorang homoskesual, namun entah mengapa saya tidak merasakan jijik atau geli dengan pengakuannnya tersebut, dia juga bercerita bagaimana kerasnya dia berobat ke sana kemari agar bisa sembuh, dia juga beberapa kali mencoba berhubungan dengan wanita namun gagal. Cacian dan makian dari orang-orang terdekatnya bukan lagi hal asing baginya, dan karena itulah dia ingin berubah. Namun dengan cacian dan makian pula dia bisa bangkit, dia memilih untuk dicaci dan dimaki daripada dia harus menderita dan sampai saat sangat independen bahkan prestasinya mengajar sangat baik. 
Untuk itu saya percaya  orang-orang yang memilki orientasi seksual yang berbeda dari yang seharusnya, memiliki haknya untuk hidup layak, dan sebagian dari mereka berhasil dalam hidupnya. 

9 September 2013

Wanita sebagai ibu? Wanita sebagai wanita karier? (Talissa Camellia)

      Tahun 2013, wanita yang telah menikah dan tetap bekerja adalah hal yang umum. Banyak sekali saya jumpai di sekitar saya, di mana setelah menikah para wanita tetap ingin bekerja. Dari sepupu, teman kakak, tetangga bahkan pendapat dari teman sendiri, banyak yang ingin menjadi wanita karir setelah menikah.

    Para wanita tidak ingin hanya di rumah dan mengurusi rumah. Mereka ingin tetap memiliki kehidupan di luar rumah walau status telah berubah. Mereka tidak ingin terjebak dengan kehidupan rumah tangga yang bisa dibilang itu-itu saja. Bahkan teman saya pun berkata, kalau ia ingin mempergunakan setiap ilmu yang di peroleh selama perkuliahan untuk bekerja dan tidak mau langsung menjadi ibu rumah tangga setelah menikah.  Katanya “buat apa sekolah S1 selama 4 tahun trus lanjut 2 tahun lagi buat s2, abis menikah langsung  jadi ibu rumah tangga, buat apa usaha dan kerja keras membuat penelitian ama ngafalin teori”. Kalau  dipikir yang dikatakan teman saya tidak salah, sudah seharusnya jika kita memiliki pendidikan yang tinggi, kita melakukan suatu hal yang berguna untuk orang lain.

     Banyak di antara teman  perempuan kakak saya pun, yang  berpendapat sama. Mereka tidak membayangkan dirinya menjadi ibu rumah tangga bahkan setelah menikah. Mereka menyelesaikan pendidikan sarjana beberapa tahun lalu, mereka langsung mencari kerja. Sekarang mereka ada yang bekerja di bank, di bagian akuntansi dan ada juga yang telah membuka sebuah toko bakery. Para wanita ini memiliki begitu banyak ambisi dan impian yang ingin mereka lakukan di masa muda. 

     Tapi bukan berarti semua wanita, memiliki kemauan menjadi wanita karir sebelum dan sehabis menikah. Ada juga orang di sekitar saya, yang ingin menikah muda sekitar usia 22-23 tahun. Bahkan pernikahannya telah dipersiapkan dari gaun hingga tempatnya. Saat ditanya kenapa ingin menikah cepat dan apakah ingin bekerja, mereka jawab dengan percaya diri bahwa mereka mau jadi ibu rumah tangga saja seperti dengan ibunya. Memiliki ibu yang menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir menurut saya, merupakan contoh modelling di kehidupan kita.  Ibu menjadi seorang teladan  yang sangat mempengaruhi keputusan para anak perempuan dalam memutuskan masa depannya.

  Menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir tidak ada yang salah. Semuanya adalah pekerjaan yang luar biasa dan sama hebatnya. Yang penting di saat wanita memilih, mereka harus ingat akan peran-peran yang dimilikinya. Mereka harus mampu menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan keluarga. Tidak pernah lupa untuk meluangkan waktu untuk sang anak dan suami. Menghabiskan waktu yangberkualitas. Di saat  telah memilih, lakukan pilihanmu dengan penuh tanggung jawab dan kasih.

Being mother and business women in the same time is difficult, but the important is the love that you give for your family never stop.

9 September 2013

Hidupmu Pilihanmu, Homoseksual Or Not… It’s Up To You… (Kusbandiyah Chandrawati)


Kata homoseksual tentunya bukanlah kata asing di telinga kita bukan? Sebagian besar orang mungkin sudah mengetahui apa itu homoseksual. Homoseksual adalah rasa ketertarikan seseorang terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama dengannya. Jika pada umumnya laki-laki akan tertarik pada perempuan dan begitupun sebaliknya (biasa disebut heteroseksual), maka pada kaum homoseksual mereka tidak akan merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Homoseksual dibagi menjadi dua yaitu gay dan lesbian. Jika pada kaum gay, laki-laki akan tertarik kepada laki-laki juga maka pada kaum lesbian, perempuan akan tertarik pada perempuan juga. Ada lagi satu istilah yang disebut biseksual. Kaum biseksual bisa laki-laki maupun perempuan. Pada kaum ini adalah mereka yang memilki ketertarikan pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan, dengan kata lain… “laki-laki boleh – perempuan juga ayo”.

Hmm… Kira-kira pikiran dan ucapan pertama apa yang akan muncul dalam otak Anda saat mendengar kata homoseksual? Mungkin beberapa dari Anda akan mengatakan “ih….” atau “jijik banget” atau kata-kata dengan konotasi negatif lainnya. Tapi mungkin ada juga beberapa orang yang akan mengatakan “homoseksual? Kenapa? Biasa aja tuh…”
Menurut Anda, kata-kata mana yang lebih tepat? Yang pertama dan kedua atau yang ketiga?
Hmm…. Menurut saya sih, meskipun orang tersebut adalah homoseksual tapi mereka tetaplah manusia yang memiliki derajat sama dengan manusia normal lainnya di bumi. Sangat tidak pantas jika kita menjauhi mereka dengan alasan jijik atau merasa mereka tidak pantas ada di dunia ini. Meskipun demikian, bukan berarti saya mendukung kaum homoseksual. Menurut saya, mungkin tidak ada yang salah dengan keputusan mereka untuk menjadi seorang homoseksual, karena setiap manusia memiliki haknya sendiri untuk menentukan arah hidupnya sama halnya dengan mereka.
Mereka telah memilih untuk menjadi homoseksual, tentunya mereka harus siap untuk menanggung segala konsekuensi dan resiko atas pilihan hidupnya. Salah satunya adalah mungkin akan dikucilkan oleh masyarakat karena mungkin tidak sesuai dengan norma setempat. Akan tetapi, menurut saya seharusnya masyarakat tidak boleh mengucilkan mereka seperti itu, sebab bagaimanapun mereka juga manusia sama seperti kita. Alangkah baiknya jika kita sebagai warga sekitar justru merangkulnya dan membantunya untuk kembali ke orientasi seksual yang seharusnya. Namun jika mereka tetap memilih untuk menjadi homoseksual, ya sudah… Biarkan saja, karena dia sendiri yang akan menanggung resiko tersebut dan bukanlah kita.
Di Indonesia, kaum homoseksual masih sangat tabu. Namun, jangan salah, meskipun tabu tapi banyak juga kaum homoseksual yang tidak terekspos di Indonesia. Oleh karena budaya timur yang begitu kental di Indonesia, maka pernikahan homoseksual masih sangat dilarang. Namun, di beberapa negara tertentu, pernikahan homoseksual telah diizinkan terlaksana dan sah secara hukum, salah satunya adalah Belanda sebagai negara pertama di dunia yang mengesahkan pernikahan sesama jenis.
Mungkin ada terdapat banyak kaum homoseksual di sekitar Anda tanpa Anda sadari, namun mereka mungkin tidak berani untuk mengungkapkan diri. Jika kita mengetahui bahwa ada seseorang yang homoseksual, maka cobalah untuk mendekatinya – tentunya bukan untuk menjadi pasangannya – dan bicara secara baik-baik dengannya. Segala sesuatu masih mungkin dapat terjadi. Siapa tahu dengan bantuan kita mereka dapat kembali normal dan menjalani kehidupan sesuai dengan yang seharusnya. Tentunya akan lebih baik jika mereka dapat kembali normal bukan?
Coba bayangkan apa jadinya anak mereka kelak jika diasuh oleh orang tua yang berjenis kelamin sama? Kaum homoseksual mungkin akan mengadopsi anak karena tentunya sesama jenis tidak dapat menghasilkan keturunan. Jika anak tersebut kemudian tumbuh dan berkembang di antara orang tua yang sejenis, tentu ia akan merasakan kurangnya sosok salah satu orang tua yang seharusnya mungkin ayah maupun ibu. Meskipun hasil penelitian mengatakan tidak akan ada pengaruh pada anaknya kelak dan mungkin anaknya akan tetap normal, namun menurut saya tentu akan ada hal yang berbeda pada anak tersebut jika dibandingkan dengan anak-anak lainnya.  
Jadi, sebaiknya berjalanlah di jalan yang seharusnya. Jika memang diciptakan untuk berpasangan dengan lawan jenis, maka janganlah memaksakan hal yang tidak seharusnya. Sebab yang namanya normal akan selalu lebih baik daripada tidak normal. Pikirkan baik-baik keputusan Anda, sebab pada akhirnya Anda sendiri yang akan menjalaninya dan Anda sendiri yang harus mengambil resiko atas apa yang Anda pilih.    
9 September 2013 

Orientasi Seksual (Jeanne Khu Sanny)

Perkuliahan Perilaku Seksual yang ketiga pada hari Kamis, 5 September 2013 membahas tentang "Orientasi Seksual". Setiap manusia memiliki orientasi seksual yang berbeda dan membuat seseorang tertarik secara emosional, fisik, seksual, dan romantis. Hal ini juga ditentukan oleh perilaku seksual, fantasi seksual, kelekatan emosional, dan konsep diri mengenai seksualitas.

Orientasi seksual biasanya terdiri atas laki-laki dan perempuan(heteroseksual), namun pada zaman sekarang banyak sekali ditemui homoseksual (gay dan lesbian), biseksual, transgendered dan questioned.

Salah satu model orientasi seksual adalah homoseksual. Kinsey membuat rating scale heteroseksual-homoseksual berdasarkan perilaku. Klein membuat klein sexual orientation grid.


Berdasarkan data, terdapat hasil bahwa
 3%-4% pria = Gay
1,5%-2% wanita = lesbian
2%-5% biseksual
Terdapat beberapa faktor dalam orientasi seksual yaitu : biologis, perkembangan, behavioral, sosiologi, dan interaksi. 
 
     Salah satu faktor biologis yaitu genetik, hormon, urutan kelahiran, dan physiology. Penelitian di Swedia yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences menyatakan otak orang homoseksual sama dengan orang heteroseksual dari jenis kelamin yang berbeda. Hasil ini menjadi bukti bahwa orientasi seksual termasuk menjadi gay dan lesbian sudah ditentukan sejak dalam rahim. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa di satu daerah tertentu di otak, amigdala, ada perbedaan yang signifikan. Pada laki-laki heteroseksual dan wanita lesbian ada saraf koneksi di sisi kanan amigdala, dibandingkan dengan sebelah kiri. Sebaliknya, koneksi saraf yang lebih banyak ada di sisi kiri amygdala terjadi pada laki-laki homoseksual dan perempuan heteroseksual (Republika Online, Rabu 6 Febuari 2013).
  Pada faktor perkembangan, Freud menjelaskan fase oedipal, electra complex, dan autoerotic/narcistic berpengaruh dalam orientasi seksual. Pada aspek behavioral terdapat pembelajaran dari reward dan punishment. Pada aspek sosial, tekanan dari masyarakat membentuk kaum homoseksual. Kemudian, Storm mengatakan bahwa peer group interaction (kelompok sesama jenis) terdapat perasaan erotik yang berfokus pada laki-laki.
     Selain faktor diatas, terdapat juga situational homosexuality yaitu homoseksualitas yang terjadi karena kurangnya pasangan heteroseksual. Hal ini biasanya ditemui di penjara. 
     Pada zaman sekarang banyak organisasi kaum homoseksual dan biseksual, yaitu: National Gay and Lesbian Task Force (NGLTF), Harvest Milk School, dan The Advocate. Namun hal ini juga banyak mendapatkan pertentangan dan diskriminasi dari homophobia dan hate crimes
 
8 September 2013

it's about your choice (Dhiya Afifah Purvita)

Pada minggu ini mata kuliah perilaku seksual belajar mengenai seksual orientation. Waaaah seru ni pembahasannya, mana tau kita masih belum menyadari sebenarnya orientasi seksual diri kita apa ya? Yuukkk simak.
     Nah sebelum dibahas lebih dalam, kita perlu tahu dulu orientasi seksual apa sih? Oke, orientasi seksual mengacu pada jenis kelamin yang seseorang tertarik secara emosional, fisik, seksual dan romantis. Nah yang telah kita ketahui bahwa heteroseksual itu tertarik pada anggota dari jenis kelamin yang berbeda sedangkan homoseksual tertarik pada jenis kelamin yang sama. Sedangkan biseksual tertarik pada kedua jenis kelamin.
     Kebanyakan masyarakat mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menyukai sesama lelaki disebut dengan homo. Tahu kah bahwa istilah tersebut salah? Homo itu bisa mengacu pada gay atau lesbian. Seorang laki-laki yang menyukai sesama lelaki itu disebut gay. Sedangkan menyukai sesama perempuan disebut lesbian.  Di luar negeri walaupun belum semuanya menerima keadaan homoseksual tetapi mereka telah banyak membuat organisasi yang diperuntukkan untuk kaum homoseksual. Bagaimana dengan Indonesia? Bagi masyarakat Indonesia, kaum homoseksual merupakan hal yang tabu dan tidak jarang kaum homoseksual di Indonesia memandang negatif bagi kaum homoseksual. Ini dikarenakan bertentangan dengan norma, budaya dan agama yang sangat kental di Indonesia. Hal ini dapat membuat kaum homoseksual lebih memilih untuk menutupi orientasi seksual mereka sehingga dapat menganggu proses coming out. Coming out adalah proses membangun identitas diri dan mengkomunikasikan  kepada orang lain. Bagi homoseksual yang belum coming out akan merasa depresi, tertekan, dan tidak percaya diri. Apabila homoseksual belum coming out sedangakan umur mereka terus bertambah maka ia akan merasa tertekan dan merasa sediri.
     Kaum homoseksual tentunya susah untuk mencari pasangan di dunia heteroseksual. Di luar negeri sudah banyak media yang digunakan untuk mencari pasangan bagi kaum homoseksual. Biasanya melalui media sosial, juga terdapat bar yang khusus melayani kaum homoseksual serta majalah yang diperuntukkan untuk kaum homoseksual. Tidak hanya itu masalah yang dialami oleh kaum homoseksual ini. Masalah yang paling banyak dialami oleh homoseksual adalah mendapatkan seorang anak. Mungkin bagi pasangan lesbian dapat memperoleh anak dengan hubungan heteroseksual atau inseminasi buatan dengan meminta sperma pada pasangan gay. Pasangan gay lebih susah mendapatkan anak karena dianggap melanggar norma apabila tidak ada pengasuh utama (seorang ibu).
     Kaum homoseksual mungkin berbeda dari pasangan pada umumnya, walaupun berbeda dan masih dianggap aneh kita sebagai  sesama manusia hendaknya saling menghargai. Kita mungkin menolak untuk menerima kaum homoseksual dan menolak untuk berhadapan dengan mereka, tapi tidak sewajarnya kita menghina dan menjatuhkan homoseksual. Orientasi seksual adalah pilihan hidup setiap orang :)
 
8 September 2013