Homoseksual? Takdir atau Pilihan? (Priskila Shela Habibuw)

     Setiap orang memiliki orientasi seksual yang berbeda. Orientasi seksual terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya, heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Heteroseksual merupakan ketertarikan individu satu terhadap individu lain yang memiliki jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya. Homoseksual merupakan individu yang tertarik dengan individu lain  yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan dirinya. Sedangkan biseksual yaitu individu yang tertarik dengan individu lain yang memiliki jenis kelamin yang sama dan juga berbeda dengan dirinya. Homoseksual sendiri terbagi menjadi dua. Pertama gay, yaitu laki-laki homoseksual. Dan juga lesbian, yaitu perempuan homoseksual.
     Sewaktu saya duduk di bangku SMP, saya memiliki teman perempuan homoseksual (lesbian). Penampilan teman saya tersebut seperti anak laki-laki (tomboy), ia memiliki potongan rambut yang pendek. Jika tidak memakai rok sekolah, mungkin orang-orang akan menyangka bahwa dirinya laki-laki. Awalnya saya dan teman-teman mengira dia normal (heteroseksual). Sampai pada akhirnya kami mengetahui bahwa dirinya merupakan seorang lesbian ketika ia menyatakan perasaannya kepada teman saya (perempuan heteroseksual), dan ingin menjadi pacarnya. Otomatis teman saya tersebut langsung menolaknya.
     Entah apa yang menyebabkan teman saya tersebut menjadi lesbian, namun banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual. Bisa jadi seseorang menjadi homoseksual karena faktor genetik. Agak sulit merubah orientasi seksual orang yang homoseksual karena faktor genetik, menjadi heteroseksual. Jika memiliki teman yang homoseksual, sebaiknya kita dapat menghargai orientasi seksual teman kita tersebut. Menghargai bukan berarti kita menyetujui orientasi homoseksual tersebut. Kita menghargai teman yang homoseksual, karena bisa jadi teman kita tersebut memang terlahir dengan memiliki kelainan genetik sehingga membuat dirinya menjadi homoseksual. Terdapat juga teori behavioral yang mengatakan bahwa homoseksual merupakan perilaku yang dipelajari, yang muncul karena reward atau penguatan positif dari perilaku homoseksual; atau hukuman atau penguatan negatif dari perilaku heteroseksual. Beberapa pria dan wanita yang awalnya heteroseksual dapat menjadi homoseksual jika mereka memiliki pengalaman heteroseksual yang buruk dan pengalaman homoseksual yang menyenangkan. Masih banyak lagi faktor yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual. Setiap orang bisa menjadi heteroseksual, homoseksual, atau biseksual, karena setiap orang bebas memilih orientasi seksualnya masing-masing. Siapa saja bisa memilih menjadi homoseksual, tetapi saya memilih heteroseksual. Kamu?

11 September 2013

Woman and Multiple Roles (Amelia Ardianti)

Menjadi seorang perempuan itu adalah suatu hal yang sungguh membanggakan. Mungkin kita sering merasa kurang bersyukur dan terkadang mengleluh mengapa harus menjadi seorang perempuan. Padahal, menjadi seorang perempuan adalah mengasyikkan. Banyak yang berkata bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan, tetapi pada kenyataannya justru perempuan yang lebih kuat daripada laki-laki. Mengapa? Laki-laki mungkin hanya kuat bila dilihat dari penampilan fisik (bagian eksternal), tetapi untuk bagian internal, perempuanlah yang paling kuat. Jika ia merasa tersakiti atau kecewa, ia akan tetap tersenyum, dan seorang perempuan biasanya lebih mampu memahami setiap hal yang dilakukan oleh laki-laki. Sosok seorang ibu di dalam keluarga mungkin terlihat agak dominan perannya, namun peran dalam keluarga sangatlah besar. Seorang ibu harus mampu mengurus suami, anak, bahkan keuangan. Sebenarnya, seorang ibu rumah tangga bekerja lebih keras dibandingkan ayah karena dalam keluarga seorang ibu melakukan peran ganda, entah sebagai ibu, sebagai koki, sebagai pendamping, sebagai bendahara, sebagai penopang, sebagai perawat, dan sebagainya. Mungkin kita sebagai anaknya terkadang bertanya-tanya sendiri mengapa ibu kita suka melarang atau memarahi kita. Ibu melakukan hal tersebut karena ia tidak mau generasi dibawahnya/anak-anaknya menjadi seperti dirinya. Ia mau agar anak-anaknya bisa lebih maju darinya. Kebahagiaanya hanya satu, yaitu ibu akan sangat senang dan bangga bila anak-anaknya berhasil.. :)
Saat kita masih kecil, mungkin banyak pengeluaran yang diperlukan untuk membeli kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan untuk kita pribadi. Sekilas jika kita melihat pengeluaran yang totalnya tidak sedikit, kita akan kaget karena kita tidak akan dapat membalas dan mengembalikan jumlah pengeluaran yang besar tersebut.. Namun, bagi seorang ibu, semua pengeluaran tersebut nilainya = 0. Semuanya itu adalah kasih sayang ibu bagi kita anak-anaknya. Sesungguhnya, seorang ibu hanya ingin jasanya dibalas dengan kesuksesan kita. Ia ingin melihat anaknya berhasil, sedangkan ibu hanya memberi dukungan dan doa. Dalam doanya, ibu akan selalu menyebut nama kita tanpa terlewatkan seharipun. Jadi, jangan sia-siakan kerja keras, usaha, dan perannya dalam keluarga, karena pasti nantinya kita akan mengalami serta merasakan hal yang sama seperti beliau. Kita patut berbangga karena kita masih mempunyai seorang ibu yang dapat mengerti segala keadaan kita. Tetap hargai segala yang dilakukannya meskipun ada saat dimana kita diperlakukan kurang baik, karena bagaimanapun seorang ibu merupakan bagian dari hidup kita.. :) :)
 
10 September 2013

Am I Qualified Enough? (Fitria Nugraha)

In this first post I am eager to talk about the responsibilities of being a mother. Last week there was a group that talked about women’s role as a mother.  Basically they discussed about what women go through when they get pregnant, such as how they feel about their body images, how important it is to have someone who will support them while they are being pregnant, and how they must learn and know all the basic stuffs to be a mother.

Well the thing that got me thinking about this topic is how important it is for a woman to know what being pregnant is all about. From what I see, lots of women only get pregnant because of social pressure around them. Especially when they are already married for quite a long time. People usually will ask, “When will you have a child?”. Or in the other cases some women have a mindset that once you get married you must have a child as soon as possible. And unfortunately that kind of mindset makes lots of women feel insecure and they decide to have a child without having a deep understanding about what the consequences are of having a child.

I myself have encountered some of these cases. Let me share some of my experiences here. I have been volunteering for an organization called Sahabat Anakwhich is concerned about marginalized kids in Jakarta. Through this organization I met a lot of street kids with many stories. But what is the correlation between marginalized kids with a woman being pregnant or being a mother? Well, here it is. Most of the marginalized kids have very limited chances to get proper education. As we know, their main problem is that they don’t have enough money to pay for it. Because they don’t go to school, they are forced to work in the street by their parents to earn more money for the family. And some of them got married in a really young age, often when they are still teenagers. They got married because they don’t have anything else to do. They just do as what their parents want or they just model their parents (because their parents also got married in a really young age).  Most of these teenagers got pregnant in a really poor economic situation. So after their children were born, they will treat their children exactly like what their parents did to them. This is a vicious cycle that can only be stopped by giving them proper education.

Well, this is one of the closest examples to me that makes me think about how important it is to educate women about what the consequences are of having children. I think it’s not only limited to the marginalized people but for all women around the world maybe particularly in Indonesia. There are also a lot of women with proper education background that don’t understand the responsibilities of being a mother. In my point of view, being a mother is not only giving a birth to a child. Being a mother is way more than that. Being a mother is being responsible to raise, mold, and shape a human being. When you become a mother, there is no more world for yourself. The first thing that you must think about is your child. Do you have enough knowledge about the food that they can or can’t eat? Do you have enough money to buy the food they need? Do you have enough energy to wake up in the middle of the night to feed them? Are you ready to give up some of your dreams? There are lots of other things to think about. The future of your child is in your hands. So I am hoping that all the women in this world will think not only twice, but a hundred times more before they decide to have a child. Ask yourself “Am I qualified enough to be a REAL MOTHER?”
 
10 September 2013

Working Mother Vs. Housewife (Nadya Puspita Ekawardhani)

     Kelas psikologi perempuan sudah masuk ke pertemuan ketiga. Kelas yang cukup interaktif ini dengan dosen ibu Henny Wirawan, memberikan banyak pandangan kepada Saya di setiap materinya. Di pertemuan ketiga, sempat didiskusikan peran ibu seperti apa yang baik dalam mengurus anak. Saya pribadi sampai saat ini memiliki mimpi menjadi wanita karir dan memiliki suami dan anak. Saya berpikir untuk memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak Saya nanti di samping tetap berkarir. Alasan Saya ingin berkarir karena Saya ingin dan bercita-cita mengaplikasikan pendidikan yang Saya dapat di jenjang perguruan tinggi (menjadi seorang psikolog klinis). 
     Bagi sebagian besar wanita, memiliki anak adalah sebuah anugrah terindah dalam hidup. Baik wanita yang berkarir maupun ibu rumah tangga. Sering tersebar pertanyaan, “Peran ibu seperti apa yang lebih baik dalam mengurus anak? Apakah ibu rumah tangga lebih baik dalam mengurus anak atau tidak?”. Tentunya setiap anak memerlukan pengasuhan secara maksimal dari orang tua. Saya kurang setuju dengan pernyataan bahwa wanita karir kurang baik dalam mengurus anak, dikarenakan waktunya yang terbagi dengan pekerjaan. Menurut Saya mengurus anak itu tergantung dari masing-masing pribadi ibu itu sendiri. Apakah ibu tersebut sudah siap dan berkomitmen untuk memiliki anak. Banyak masyarakat yang beranggapan, wanita yang telah memiliki anak sebaiknya mengurus anaknya dirumah agar tidak mendahulukan pekerjaan ketimbang mengurus anak. Saya memiliki contoh nyata bahwa tidak semua wanita karir tidak dapat mengurus anaknya dengan baik. Ibu saya adalah seorang wanita karir yang bisa dibilang cukup sibuk. Beliau berangkat kerja di pagi hari kemudian pulang di malam hari, bahkan terkadang beliau dinas ke luar kota, namun di tengah kegiatan beliau yang cukup padat, Saya pribadi sebagai anaknya tetap merasakan perhatian yang cukup dari segi pendidikan hingga keseharian Saya. Beliau juga jarang sekali mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah, sehingga ketika di rumah beliau memberikan waktu sepenuhnya kepada keluarga. Ibu rumah tangga tentunya juga merupakan peran yang baik yang dapat dimiliki seorang wanita. Saya memiliki teman yang memilki ibu yang tidak bekerja. Hal positif yang dapat Saya ambil adalah teman Saya tentunya memiliki waktu lebih banyak bersama ibunya, sesekali mereka menonton film atau berbelanja bersama atau hanya sekadar makan siang dan tentunya banyak perbincangan di antara mereka. Namun, Saya memiliki saudara perempuan yang telah menikah, memiliki anak, dan tidak bekerja. Ia cenderung menyerahkan pengasuhan anaknya kepada orang tuanya, yang berarti anak tersebut lebih diasuh oleh kakek-neneknya.
     Dari ketiga kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua wanita karir tidak dapat mengurus anaknya dengan baik dan tidak semua ibu rumah tangga dapat mengurus anaknya dengan baik. Pengasuhan yang baik tergantung dari komitmen dan pembagian waktu yang baik dalam mengurus anak. Sekian tulisan Saya, diharapkan artikel ini dapat menyadarkan masyarakat secara umum bahwa pengasuhan anak yang baik tidak bergantung dari si ibu yang berkarir atau tidak. Bagi ibu-ibu, teruslah berkarya, namun jangan pernah melupakan peran utama Anda sebagai ibu dan juga istri.

10 September 2013

woman as a mother (Syifa Saviriandini)

ibu adalah salah satu archetypes yang mendasar bagi seorang perempuan, dan sifat keibuan dianggap sebagai sumber kekuatan utama bagi perempuan. ibu dipandang sebagai pusat identitas dan pelengkap sebagai seorang wanita. menjadi seorang ibu adalah impian semua perempuan. rasanya belum lengkap kalau belum memiliki anak. saya adalah anak pertama. ibu saya baru mendapatkan anak setelah 5 tahun menikah. ibu saya sempat susah hamil dan mengalami keguguran setelah 3 tahun menikah. saya juga mempunyai kakak sepupu yang sudah 13 tahun menikah tetapi belum punya anak hingga sekarang karena suatu gangguan. tidak bisa dibayangkan 13 tahun menikah tetapi belum punya anak. sepupu saya sudah mencoba berbagai macam pengobatan tetapi belum ada hasilnya hingga sekarang.

Pada wanita hamil, mereka akan mengalami yang apa yang disebut morning sickness, kelelahan, mual, dan muntah. ini aalah hal yang wajar dalam masa kehamilan. kehamilan juga dramatis bagi kenaikan berat badan dan bentuk tubuh. beberapa perempuan mengalami ketidaknyamanan dengan bentuk tubuh mereka. Body image mempengaruhi penyesuaian diri seorang wanita saat hamil. wanita yang memiliki body image positif maka akan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bisa mengatasi stress. pada saat hamil, ibu saya tidak terlalu memperhatikan penampilan. karena ibu saya hanya ibu rumah tangga biasa yang tidak terlalu suka mengikuti arisan dan shopping. ibu saya lebih memperhatikan kesehatan janinnya dan menurut ibu saya, pada saat hamil perubahan bentuk badannya juga tidak begitu besar seperti wanita hamil lainnya. karena ibu saya bertubuh kurus dan saat hamil pun tidak begitu besar berat tubuhnya.


10 September 2013

When We Together Try…(Prisco Wirawardhana)

Searah dengan perkembangan era modern, banyak perubahan peran yang dialami oleh wanita. Zaman dulu, hanya sedikit wanita mendapatkan pendidikan yang baik, sehingga wanita sulit mendapatkan pekerjaan. Berbeda dengan zaman sekarang, peran wanita tidak hanya sebagai pengurus rumah tangga, namun juga dapat menjadi sumber keuangan tambahan bagi sebuah keluarga. Banyak wanita yang bekerja didukung dari tingkat pendidikan yang baik. Wanita dapat memilih tingkat pendidikan yang diinginkan guna memperlengkapi pada saat wanita mulai bekerja. Selain bekerja, wanita juga dapat memilih jalan kehidupan lain yaitu menjadi ibu rumah tangga.

Tidak hanya memilih bekerja atau berumah tangga, sekarang wanita dapat melakoni kedua kehidupan tersebut bersama-sama. Wanita yang menjalani hidup menjadi ibu rumah tangga dan bekerja disebut wanita dengan peran ganda. Tidak ada yang salah bagi seseorang wanita memilih kehidupan bekerja dan berumah tangga. Wanita juga memiliki hak untuk memilih jalan kehidupannya. Terkadang hal-hal yang sering menjadi permasalahan adalah urusan membagi waktu antara kehidupan kerja dan berumah tangga. Jika wanita dengan peran ganda dapat membagi waktu dengan baik,maka menjalani dua kehidupan tersebut secara bersamaan merupakan hal yang baik untuk wanita tersebut. Penelitian membuktikan wanita dengan peran ganda yang dapat membagi waktu dan menyesuaikan diri dengan baik memiliki harga diri,motivasi, hubungan sosial, ekonomi, dan emosi yang lebih baik dibandingkan dengan wanita yang hanya hidup sebagai ibu rumah tangga.

Selain dampak positif dari wanita dengan peran ganda, tidak menutup kemungkinan terjadi masalah-masalah dalam kehidupan wanita dengan peran ganda. Masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan wanita dengan peran ganda seperti masalah komunikasi, pembagian waktu, dan urusan pemenuhan kebutuhan keluarga. Wanita dengan peran ganda mengalami masalah komunikasi terutama pada saat kesalahpahaman peran wanita dalam keluarga terjadi. Pembagian waktu menjadi masalah, seperti kurang tersedianya waktu bersama keluarga akibat tuntutan pekerjaan. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan masalah pemenuhan kebutuhan anggota keluarga yang lain, seperti kebutuhan kasih sayang, perhatian, makanan, dan sebagainya.

Untuk dapat menciptakan sebuah keharmonisan pada wanita dengan peran ganda, perlu adanya kerja sama dari seluruh anggota keluarga. Kerja sama tersebut seperti pembagian tugas rumah tangga kepada anak-anak yang sudah cukup umur. Anak-anak yang sudah cukup umur dapat membantu dalam pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring,menyetrika, dan membersihkan kamar sendiri. Hal ini juga dapat membangun anak tersebut untuk hidup mandiri. Para suami juga dapat mendukung istri yang bekerja, seperti merawat anak, membantu menyediakan kebutuhan anak, dan member kebebasan kepada istri untuk memilih karirnya.

Selain adanya dukungan dari anggota keluarga yang baik, kompetensi seorang wanita dalam kehidupan rumah tangga dan bekerja juga mempengaruhi. Kematangan usia dan kesiapan mental seorang wanita juga dapat mempengaruhi wanita dengan peran ganda. Biasanya wanita dengan peran ganda yang memiliki usia dan mental matang lebih dapat membagi waktu dan beradaptasi terhadap masalah dengan lebih baik. Kepribadian optimis, percaya diri, sabar, dan menganggap masalah adalah suatu hal biasa membuat wanita dengan peran ganda dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan di rumah dan pekerjaan.

“When nails grow long, we cut nails, not fingers. Similarly, when misunderstanding grow up, cut your ego not your relationship.”

10 September 2013