Wawancara untuk Diagnosis - Praktisi Klinis Dewasa (Winne Wijaya)

Kuliah di Fakultas Psikologi bukanlah hal yang mudah. Baru saja masuk kuliah, kemudian ditanya oleh teman atau keluarga kuliah di fakultas apa, sudah disangka dapat membaca wajah orang, apa lagi jika menjalani profesi sebagai psikolog. Ilmu psikologi sendiri dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang klinis, pendidikan, PIO, kriminologi dan forensik. Setiap bidang memiliki klien dan job description-nya masing-masing. Hal yang membuat saya tertarik adalah bidang klinis, khususnya klinis dewasa. Kliennya adalah orang-orang dewasa, dengan masalah atau keluhannya masing-masing. Psikolog klinis dewasa biasanya praktek di rumah sakit. Latar belakang klien yang datang pun bermacam-macam. Ada yang datang karena dirujuk oleh dokter, misalnya dokter kandungan. Setelah melahirkan, misalnya sang ibu mengalami tekanan psikologis, sehingga membutuhkan bantuan psikolog untuk menanganinya. Ada juga yang datang dengan rujukan dari pihak keluarganya, atau ada juga yang datang dengan keinginannya sendiri. Psikolog pun harus memahami bagaimana hingga akhirnya klien datang menemui psikolog.
Klien yang datang menemui psikolog tentu memiliki masalahnya sendiri-sendiri, ditambah lagi masa dewasa sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Setiap tahapan ini, memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda yang mungkin menjadi latar belakang  keluhan klien. Tugas pertama dari seorang psikolog adalah memahami keluhan klien, termasuk mencari penyebab yang melatarbelakanginya, sehingga dapat ditentukan solusi yang tepat, misalnya dengan memberikan terapi atau treatment. Teknik wawancara dapat digunakan untuk diagnosis keluhan klien. Alasan menggunakan teknik wawancara adalah informasi dapat diperoleh langsung dari klien, bahkan tanpa alat seperti yang dalam penggunaan psikotes. Informasi yang diperoleh melalui wawancara pun lebih lengkap, karena dapat diterapkan pada klien (autoanamnesa) maupun pihak keluarga yang mengetahui masalah klien (aloanamnesa). Teknik wawancara sendiri tidak selalu dapat langsung diterapkan pada saat pertama klien datang, terutama jika klien datang dengan rujukan dari dokter atau keluarga. Klien cenderung akan bersikap tertutup atau bahkan berbohong menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Inilah salah satu kelemahan teknik wawancara. Membina hubungan rapportdengan klien dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, misalnya dengan ngobrol-ngobrolsantai terlebih dahulu. Buatlah klien terlebih dahulu nyaman dengan Anda, ciptakan trust dari klien, sehingga klien dapat bercerita dengan perasaan yang aman dan nyaman. Apabila diagnosis dilakukan dengan tepat, solusi yang diberikan pun akan sesuai dengan apa yang dikeluhkan klien, sehingga klien dapat menikmati manfaat berkonsultasi dengan psikolog.
 
16 September 2013

Apa aja yang dibutuhkan dalam melakukan wawancara?? (Michelle Ng)

Saya ingin membagi sedikit pengetahuan yang saya dapatkan mengenai wawancara melalui sesi perkuliahan dan juga wawancara yang dilakukan dengan salah seorang psikolog beberapa waktu yang lalu...
Yang pertama tentunya kita harus mengetahui siapa lawan bicara kita dalam melakukan wawancara? Seperti apakah orang yang akan kita wawancara? Apakah orang tersebut lebih nyaman kalau kita berbicara menggunakan bahasa baku atau tidak baku? Mencari tau hal-hal kecil seperti ini sangat berguna bagi kita semua untuk membina rapport... Kalau dari awal dia uda tidak nyaman sama kita, bagaimana mau membina hubungan yang baik... apalagi membangun trust... Membina rapport itu penting untuk menggali informasi yang penting atau relevan dengan topik utama...
Selanjutnya, kita harus menjaga ekspresi wajah kita (apalagi sebagai seorang psikolog.... harus hati2 agar pasien nggak merasa tersindir atau tersinggung sama ekspresi wajah kita...). Selain itu, perhatikan juga gimana sikap kita sendiri ketika melakukan wawancara... Berikanlah kesan bahwa kita benar-benar menerimanya... Sebagai seorang psikolog, ketika melakukan sesi pertemuan dengan pasien, berikanlah kesan terbuka dan hangat. Kesampingkan dulu segala urusan kita yang tidak berhubungan dengan pasien. perhatikan cara kita duduk... Jangan sampai terlalu dekat dengan lawan berbicara! Kita harus menjaga jarak nyaman dengan lawan bicara kita...

Jangan lupa dengan empati! Kalau kita tidak bisa menaruh posisi kita ke dalam sepatu pasien, bagaimana bisa kita memahami benar apa yang dirasakan oleh pasien. 
 
15 September 2013

Tentang Guru BK...(Michelle Ng)

Belum lama ini, di dalam kelas, kami membahas tentang berbagai profesi yang biasa dilakukan oleh orang-orang dengan lulusan psikolog. Mulai dari psikolog kilnis dewasa, psikolog klinis anak, psikolog pendidikan, dan psikolog dalam bidang industri dan organisasi...

 Topiknya macam2... setelah dipresentasikan di kelas, dibuka sesi tanya jawab... lucunya topik paling rame dengan pertanyaan adalah psikolog pendidikan yang biasa bekerja sebaga guru bimbingan konseling atau singkatnya guru BK.... Padahal topik lainnya pertanyaannya rada sepi... hahaha...

Saya sendiri walaupun kurang berminat di bidang psikologi pendidikan, tapi kayaknya hal-hal mengenai guru BK paling seru untuk dibahas. Soalnya, kebanyakan dari kami, pasti pernah mengalami beberapa kenangan 'indah' dengan guru BK... hehe...

Ternyata di kelas, cukup banyak yang pernah bermasalah dengan guru BK (bahkan asisten dosen pun juga bagi-bagi cerita tentang guru BK di sekolahnya dulu... haha...). Pada awalnya, saya pikir guru BK di seluruh pelosok dunia tuh baik bagaikan fairy god mother. Terus mereka semua ngerti banget sama perasaan anak-anak ababil kayak kita pas SMA dan SMP... Tapi ternyata, ga semuanya begitu, banyak juga guru BK yang cuma manis di mulut... atau bahkan nga manis sama sekali.. malahan perkataannya agak kurang enak untuk didenger di kuping dan dimasukkan ke hati... haha...

Saya dengar dari salah seorang mahasiswi yang mengikuti kelas bahwa guru BK di sekolahnya malahan menjadikan cerita-cerita muridnya sebagai bahan gosip dengan guru-guru lainnya... haha...

Tapi ternyata ga semua guru BK buruk loh... hehe... ada juga yang baik dan pengertian... senyumnya ramah banget... saya pernah ketemu sama 1 guru BK sekolah... gurunya baik... suaranya lembut... kerjaannya semnyum melulu.. ramah... pokoknya memberikan kesan yang hangat banget deh... guru-guru kayak gini perlu di kloning nih.. haha...

Intinya, guru BK tuh harus benar-benar menjaga rahasia yang uda dipercayakan padanya, harus memilih kata yang tepat untuk disampaikan kepada murid, dan rasa empati agar murid-murid bisa membina trust dengannya

15 September 2013

Beberapa Tips agar Terampil dalam Wawancara, check it! (Maya Puspita)

    Dalam blog kali ini, saya mau membahas tentang keterampilan dasar dalam wawancara. Hal ini penting untuk diketahui karena menjadi dasarkita dalam melakukan wawancara. Ibarat rumah tanpa dasar yang kokoh, pasti rumah akan cepet roboh. Sama dengan wawancara, kalau nggak ada keterampilan dasar yang kita kuasai, wawancara kita bisa saja kurang mendalam,  banyak terjadi bias ataupun wawancara hanya berlangsung sekedarnya saja. Oke stop dengan ibarat-ibarat, kita langsung masuk saja ke dalam pembahasan :)


     Keterampilan yang pertama adalah keterampilan membina rapport. Rapport itu istilah yang nggak pernah lepas dalam pembahasan psikologi dan wajib hukumnya untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rapport adalah hubungan antara klien dengan psikolog. Jika rapport terbangun dengan baik, maka klien akan lebih terbuka, nyaman dan jujur dengan psikolog selama proses berlangsung. Dalam membangun rapport, dibutuhkan senyum yang hangat, bukan senyum mesum hahaha…  
     Selain itu, ekspresi wajah juga sangat menentukan rapport. Jangan memasang wajah judgmental waktu klien bercerita. Misalkan saja, mengerutkan alis sambil berkata “kamu yakin tuh kayak gitu?”. Hal itu akan membuat klien merasa nggak dipercayai dan merasa nggak nyaman. Disamping ekspresi, dijelaskan juga bahwa penting untuk menjaga sikap dan ekspresi ketika klien sedang bercerita. Misal nih kalau ada klien pria yang cerita, “sebenarnya saya nggak suka wanita soalnya….”, lalu kita kaget dan menjawab sambil membuka mulut “ hahhhh??? Seringkali nih kebiasaan kita yang heboh, sok-sok kaget waktu dengerin temen cerita ke bawa-bawa saat nanti bersama klien. Amit-amit deh, kita memang perlu banget belajar menjaga ekspresi dan emosi hehee. 
     Eskpresi yang kita tampilin di depan klien waktu dengerin cerita emang perlu kayak kulkas ibaratnya, stay cool meskipun dalam hati sih kaget, jijik atau apapun lah perasaan yang muncul dengan sendirinya  itu hahaa. Kenapa kita harus stay cool ? Jawabannya simple, supaya klien nggak merasa bahwa masalahnya tersebut berat atau masalahnya nggak wajar . Psikolog harus membuat klien merasa bahwa ia diterima dengan segala permasalahan yang ada. Dengan penerimaan, maka klien akan merasa nyaman dan lebih terbuka. 
    Hal kedua yang harus dimiliki psikolog saat wawancara adalah empati. Dengan adanya empati, klien tahu bahwa psikolog ikut merasakan, menerima dan mengerti mengenai permasalahan hidup mereka.  Kunci utama dari empati adalah selalu fokus dengan klien sepanjang waktu. Empati nggak harus ditunjukkan dengan kata-kata, tapi juga bisa dengan empati nonverbal seperti kontak mata, mengangguk tanda mendengar, dsb.
      Setelah empati, hal ketiga yang harus dimiliki adalah attending behavior. Kunci utamanya adalah untuk mengurangi kuantitas berbicara interviewer dan memberikan klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Attending akan lebih gampang jika anda lebih fokus ke klien daripada ke diri anda sendiri. 
     Hal yang keempat adalah teknik bertanya. Dalam bertanya, hindari kata “kenapa, mengapa” karena akan membuat klien merasa dalam posisi yang salah. Kata kenapa dapat diganti misal dengan “apa yang terjadi…”. Disamping itu, ketika bertanya dan klien sulit bicara, jangan memaksa klien untuk bicara karena bisa membuat klien merasa terganggu.   
     Keterampilan berikutnya adalah keterampilan observasi. Wawancara memang nggak bisa dipisahin dengan observasi karena saat wawancara kita perlu fokus dan peka dengan ekspresi wajah, bahasa tubuh, setiap kata-kata yang diucapkan klien, konflik, diskrepansi dan inkongruensi. 
     Silakan mempelajari keterampilan-keterampilan ini supaya kalian dapat melakukan wawancara secara professional dan memperoleh informasi yang cukup dari klien nantinya. 
 
15 September 2013

Ada Apa dengan Guru BK? (Maya Puspita)

 Ini adalah blog pertama saya dalam mata kuliah teknik wawancara. Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menarik buat saya. Mengapa begitu? Karena mata kuliah ini bukan hanya mempelajari teori-teori. Namun, setiap mahasiswa bisa melakukan praktek langsung mengenai penggunaan teknik wawancara. Banyak informasi yang bisa saya peroleh dari orang-orang yang ahli dalam bidangnya melalui wawancara yang telah saya lakukan.

     Sekitar dua minggu yang lalu, para mahasiswa dalam kelompok masing-masing di kelas teknik wawancara mendapat tugas mewawancarai praktisi dibidang klinis dewasa, anak, industri dan pendidikan. Setelah wawancara dilakukan, masing-masing kelompok melakukan presentasi.
     Presentasi ini menjadi bagian yang paling menarik. Saya paling ingat dengan bagian presentasi kelompok dalam ruang lingkup pendidikan. Nah, banyak pertanyaan yang bermunculan serta ternyata…. banyak unek-unek yang disampaikan oleh beberapa orang di dalam kelas saat itu. Ada yang bertanya, yang boleh menjadi guru BK itu psikolog atau boleh orang selain psikolog seperti guru konseling begitu? Jawabannya, guru BK boleh saja seorang psikolog ataupun orang yang mempelajari konseling. Apa tugas dari guru BK? Tugasnya adalah melakukan konseling terhadap siswa-siswa bermasalah, membantu penyelesaiannya serta memfasilitasi siswa-siswa yang berbakat.
     Tidak lama, ada seorang mahasiswi yang mengangkat tangan dan menceritakan kisahnya dengan sang guru BK, kurang lebihnya seperti ini “guru BK aku dulu nyuruh aku masuk IPS. Katanya aku gak kompeten di IPA dari hasil test, jadi IPS saja. Padahal aku sangat suka IPA dan pengen sekali di IPA. Dengan kata-katanya saat itu, aku jadi langsung drop”. Setelah itu, tidak kalah menariknya saat asisten dosen di kelas kami menceritakan juga kisahnya dengan sang guru BK. Beliau menceritakan kurang lebih seperti ini nih “dulu saat saya SMP, saya kan agak nakal-nakal lah ya. Nah guru BK saya bilang, kamu ini gak bakalan bisa kuliah lah dengan nilai kamu kayak gini. Liat aja ntar”. Wah mendengar kata-kata seperti itu, langsung asdos saya terkejut mengapa guru BK yang katanya mempelajari ilmu psikologi, bisa bicara seperti itu. Sejak saat itu, asdos saya mulai membaca-baca buku psikologi, lama kelamaan tertarik dan pada akhirnya sekarang beliau telah lulus S2 psikologi lhoo… Berkat kata-kata yang menjatuhkan, beliau membuktikan diri bahwa ia mampu. Wah, salut! Seperti hukum alam yang biasa dikatakan “semakin keras bola dilempar, maka melambungnya semakin tinggi”. Cieilerr hahaa
     Mendengar kisah-kisah seperti itu, dalam hati saya langsung bertanya-tanya, kok bisa ya ada guru-guru BK seperti itu, apa hampir semua seperti itu. Tak lama, dosen saya yaitu ibu Henny bercerita bahwa dulu sebelum menjadi dosen, beliau terlebih dahulu menjadi guru BP pada tahun 90an gitu, di salah satu sekolah. Mencerna dari cerita beliau, saya menarik kesimpulan bahwa beliau adalah guru terfavorit di sekolah. Bahkan saat beliau memutuskan untuk berhenti dan meninggalkan sekolah, banyak sekali murid yang sedih, meminta beliau tidak pindah dan bahkan memberikan beliau satu cincin yang sampai saat ini beliau pakai.
     Ternyata, tidak semua guru BK itu buruk kok. Setiap orang tidak ada yang sempurna oleh karena itu senantiasa perlu untuk belajar dan melakukan intropeksi diri. Mengingat guru BP sangat berguna dalam dunia pendidikan, guru BP diharapkan dapat melakukan pembinaan dan konseling dengan benar. Diperlukan penggunaan kata yang tepat dalam membina, wawasan yang luas, keterbukaan serta yang tidak kalah pentingnya adalah rasa empati terhadap setiap siswa.  
 
15 September 2013

Teknik Dasar Wawancara (Dinda Nanda Rama)

Wawancara tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti mengobrol dengan teman. Bila kita tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk wawancara, maka kita tidak akan dapat mewawancara orang dengan baik. Berikut ini teknik wawancara yang diperlukan agar wawancara kita berjalan dengan baik.
Membina rapport. Membina rapport disini maksudnya adalah membuat nyaman orang yang kita wawancara. Kenapa harus membuat nyaman? supaya orang yang kita wawancara dapat memberikan informasi yang kita butuhkan dengan terbuka. Apa jadinya bila orang yang kita wawancara tidak merasa nyaman selama wawancara berlangsung? tentunya informasinya akan diberikan dengan tidak terbuka, seperti ditutup-tutupi. Bagaimana cara membina rapport yang baik? berbagai cara dapat dilakukan seperti menyapa orang yang akan kita wawancara, berjabat tangan sebelum wawancara, memperhatikan setiap perkataannya, memberikan respon yang baik untuk setiap informasi yang kita terima dan tersenyum. Dengan itu, orang yang kita wawancara akan merasa nyaman dan apa yang menjadi tujuan wawancara kita dapat tercapai.
Empati. Dengan berempati, kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang kita wawancara. Setiap perasaan yang dirasakan oleh sumber kita dapat kita terima dengan baik. Tidak memandang apakah pada saat itu dia sedang merasa sedih, marah, atau senang. Setiap emosi yang dirasakan oleh klien, dapat kita rasakan dan kita pun dapat memposisikan diri kita menjadi klien.
Attending Behaviour. Dalam wawancara, terkadang banyaknya kata yang keluar bukan merupakan salah satu cara terbaik untuk berempati. Memberikan kontak mata dan bahasa tubuh yang menunjukkan minat kita kepada apa yang disampaikan oleh klien kita merupakan bentuk empati yang baik. Cukup berikan klien waktu untuk menyampaikan apa yang ia rasakan kepada kita dan tugas kita adalah menyimak dengan baik apa yang disampaikan klien kita. Hening sesaat merupakan hal yang baik dalam wawancara sebagai bentuk empati kita kepada klien.
Teknik bertanya. Dalam wawancara terdapat dua jenis pertanyaan yaitu open-question dan closed-question. Kedua jenis pertanyaan tersebut dapat kita gunakan dalam proses wawancara tetapi perlu diperhatikan dengan baik dampaknya pada klien kita. open-question mengizinkan klien kita untuk menceritakan apa yang dia rasakan dan membangun jawaban terhjadap setiaop pertanyaan yang diberikan. Dalam kasus ini, interviewer terhindar dari tuduhan memojokkan klien. sedangkan pertanyaan closed-question cenderung lebih memberikan kesan memojokkan klien. Pada kasus ini klien setidaknya akan terkena pengaruh dari interviewer untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Informasi yang didapatkan dengan kedua metode ini akan berbeda. Bila kita banyak menggunakan pertanyaan open-question maka hasil yang kita dapat akan lebih informatif, sedangkan bila mneggunakan closed-0question informasi yang diperoleh akan cenderung kurang informatif. Interviewer dituntut untuk dapat menggunakan metode dan tata bahasa yang tepat ketika akan memberikan pertanyaan kepada klien. Selain memberikan kenyamanan kepada klien, hasil yang diperoleh pun jauh lebih  baik.
Keterampilan observasi. Selain memiliki keterampilan untuk mewawancara saja tidak cukup bagi interviewer. kemampuan untuk mengobservasi klien menjadi suatu keterampilan yang awjib dimiliki bagi seorang interviewer. Selain dari jawaban klien, informasi dapat diperoleh melalui ekspersi wajah, bahasa tubuh, pengulangan kata atau cerita serta intonasi dan pemilihan tata bahasa dari klien.
Active listening. Tidak hanya mendengarkan, kita juga harus memberikan dorongan kepada klien agar mereka dapat memberikan informasi yang kita butuhkan. Hal ini dapat berupa respon verbal maupun non verbal. anggukan kepala atau kata-kata seperti "hmm", "ooo" merupakan hal yang dapat memberikan kenyamanan kepada klien untuk memberikan informasi yang kita butuhkan. Berikan sedikit waktu untuk diam kepada klien selama beberapa saat agar ia tidak terburu-buru dalam memberikan informasinya.

15 September 2013