Bagaimana Cara Menjadi Interviewer yang Baik? (Kharisma Setiawan)

Menjadi seorang interviewer yang baik ternyata tidaklah mudah. Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara. Setidaknya ada 6 keterampilan dasar wawancara yang harus kita miliki, yaitu kemampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan yang terakhir adalah active listening. 6 keterampilan dasar dalam wawancara ini saling berhubungan satu sama lain. Semua keterampilan tersebut akan dibahas oleh penulis satu persatu.
Rapport merupakan kemampuan membina hubungan yang nyaman dan aman. Ini merupakan aspek yang sangat penting dalam teknik wawancara, karena apabila rapport sudah terjalin dengan baik, maka klien dapat berbicara dengan bebas dan jujur mengenai topik apapun yang relevan dengan wawancara. Terkait dengan kemampuan membina rapport, penulis menjadi sadar bahwa sebenarnya banyak hal-hal kecil yang kelihatannya sepele, namun cukup penting dalam proses wawancara. Salah satu hal kecil tersebut adalah senyuman. Senyum berkaitan erat dengan proses awal pembinaan rapport. Terkadang, hanya dari senyum yang hangat dan tulus, klien dapat merasa nyaman dan aman dengan interviewernya. Perasaan aman dan nyaman tersebut akan berkembang menjadi perasaan saling percaya satu sama lain. Jika sudah percaya satu sama lain, maka proses penggalian informasi akan semakin mudah karena klien akan jujur dengan interviewernya. Ini akan memudahkan dalam mencari jalan keluar ataupun memberikan psikoterapi kepada klien.
Setelah rapport sudah terbina dengan baik, maka interviewer dapat berempati terhadap permasalahan yang dihadapi klien. Empati sangat penting, karena dengan empati interviewer dapat memahami serta menerima kondisi klien dengan apa adanya, tanpa menghakimi dia. Kunci penting untuk dapat berempati adalah tetap fokus pada pembicaraan klien sepanjang waktu. Apabila hal ini sudah dilaksanakan, maka secara otomatis akan memunculkan attending behavior. Attending behavior akan muncul apabila kita tetap memperhatikan klien selama berbicara serta memberikan waktu yang cukup kepada klien untuk menceritakan permasalahannya. Ada 4 aspek penting pada attending behavior. Pertama adalah visual, maksudnya kita harus memperhatikan klien, menjaga kontak mata dengan klien. Kedua adalah kualitas vokal, perhatikan nada dan kecepatan bicara karena itu berdampak pada persepsi klien, apakah kita memperhatikan mereka atau tidak. Ketiga adalah verbal tracking, maksudnya adalah kita harus fokus pada tujuan pembicaraan yang sudah direncanakan sejak awal. Keempat adalah body language, kita harus tetap mejaga body language kita supaya tetap attentive dan authentic.
Keterampilan selanjutnya yang harus dimiliki dalam wawancara adalah teknik bertanya. Sebagai pewawancara yang baik, sebaiknya hindarilah pertanyaan yang bersifat tertutup (closed question) karena bersifat mengarahkan. Selain itu, apabila pewawancara yang memberikan pertanyaan tertutup, jawaban yang muncul dari klien juga akan pendek dan sebatas ”ya” dan “ tidak”. Tentu saja, tidak akan memberikan informasi yang kaya dan berguna bagi interviewer. Sebaiknya, ketika akan bertanya kepada klien, gunakanlah pertanyaan terbuka (open question) karena dengan pertanyaan terbuka ,membuat klien lebih banyak memberikan keterangan mengenai perasaannya.
Kemampuan observasi juga tidak kalah pentingnya dalam melakukan wawancara. Ketrampilan observasi berfokus pada 3 area yaitu, perilaku non verbal, perilaku verbal, dan konflik, diskrepansi, serta inkongruensi. Perilaku non verbal meliputi ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan penghindaraan stereotype. Sebagai interviewer serta pewawancara yang baik kita harus jeli dalam melihat ekspresi serta bahasa tubuh klien. Terkadang, klien memang tidak mengungkapkan perasaan mereka secara tersurat, namun perasaan mereka tersebut dalam diungkapkan secara tersirat. Salah satunya adalah dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh klien. Selain itu, observasi perilaku verbal dapat dilakukan dengan memberikan perhatian pada kata-kata yang diberi penekanan oleh klien, karena ada kemungkinan itu sangat bermakna bagi klien.
Keterampilan terakhir yang diperlukan dalam melakukan proses wawancara adalah active listening skills. Active listening skills terdiri dari 3 aspek yaitu encouraging, refleksi konten cerita serta menyimpulkan (summarizing). Encouraging terdiri dibagi lagi menjadi 2 aspek yaitu non verbal dan verbal. Encouraging berguna agar klien tetap merasa diperhatikan ketika sedang berbicara. Para refleksi konten cerita, interviewer harus dapat merefleksikan perasaan klien. Setelah melakukan hal itu semua, interviewer diharapkan dapat membuat suatu kesimpulan (summarizing) yang berkaitan dengan masalah klien serta apa saja yang dapat dipelajari klien selama proses konseling dan psikoterapi.

16 September 2013

Teknik Wawancara dalam Bidang Pendidikan (Kharisma Setiawan)

Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai aplikasi teknik wawancara dalam bidang pendidikan. Topik ini penulis pilih karena dirasa cukup menarik dibandingkan dengan aplikasi teknik wawancara dalam bidang lain, seperti aplikasi wawancara dalam setting klinis dewasa, anak maupun PIO. Mungkin karena para mahasiswa sudah mempunyai pengalaman dengan guru BK mereka masing-masing. Penulis sendiri tidak mempunyai pengalaman yang menyakitkan dengan guru BK selama bersekolah. Menurut penulis, guru BK di sekolah penulis sudah menjalankan tugasnya dengan cukup baik. Akan tetapi, ketika di kelas teknik wawancara ternyata banyak sekali cerita-cerita bernada negatif mengenai guru BK dari sekolah mereka masing-masing. Semua ini diungkapkan ketika sesi tanya jawab presentasi kelompok.
Hal ini membuat penulis mempertanyakan moral serta kompetensi dari seorang guru BK. Menurut penulis, seharusnya guru BK bertugas membantu para murid yang bermasalah di sekolah. Guru BK menyelidiki hal-hal yang menjadi penyebab seorang siswa bermasalah sehingga membuat prestasinya menurun. Seorang guru BK harus mencari informasi mengenai penyebab masalah siswa tersebut. Apakah masalah tersebut berasal dari lingkungan rumah, misalnya siswa berasal dari keluarga yang broken home atau masalah berasal dari lingkungan sosial, misalnya akibat salah pergaulan, bahkan mungkin disebabkan masalah lainnya seperti keterbatasn fisik.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda. Menurut cerita dari teman-teman di kelas teknik wawancara, ada seorang guru BK yang malah menertawakan anak yang bermasalah di depan guru lain. Bayangkan bagaimana perasaan anak tersebut! Kemungkinan dia tidak akan percaya lagi dengan guru BK. Hal ini tentu melanggar prinisip kode etik dalam teknik wawancara dan konseling, yaitu confidentiality. Padahal, kita tahu bahwa untuk dapat menggali informasi dari seseorang dibutuhkan kemampuan untuk membina rapport yang baik. Jika rapport sudah terbina dengan baik, maka akan tumbuh sikap rasa saling percaya satu sama lain. Akan tetapi, jika situasinya sudah seperti ini, guru BK tersebut dapat dipastikan gagal dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, ada lagi cerita mengenai guru BK yang memvonis siswanya tidak akan pernah bisa untuk masuk ke salah satu jurusan. Vonis itu disampaikan dengan kata-kata yang tidak pantas sehingga sangat membekas di hati siswanya. Tentunya, hal ini akan berdampak negatif terhadap psikologis anak yang terkait dengan masa depannya. Apalagi, kalau kita ingat teori perkembangan, masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Dengan adanya vonis dari guru BK tersebut, itu akan membuat proses pencarian identitas pada masa remaja menjadi lebih sulit. Sekali lagi, hal itu tentu bertentangan dengan fungsi dari guru BK itu sendiri. Seharusnya, guru BK tersebut dapat menggunakan kata-kata yang lebih halus untuk menyampaikannya.
Dari cerita-cerita di atas, maka penulis sampai pada kesimpulan bahwa ternyata masih ada oknum-oknum guru BK yang kurang berkompeten pada bidangnya. Namun, hal itu membuat penulis bertekad untuk selalu berusaha menjadi guru BK yang baik, jika memang itu pekerjaan yang akan penulis jalani kelak. Penulis percaya perubahan yang dimulai dari diri sendiri akan memberikan dampak yang besar bagi lingkungan sekitar kita.

16 September 2013

Apakah Anda Mengetahui Keterampilan Dasar Wawancara? (Abdiel Putra)

     Sebelum kita membahas lebih dalam tentang teknik wawancara, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu keterampilan dasar dalam melakukan wawancara, karena kita tidak mungkin langsung bisa melakukan wawancara terhadap seseorang apalagi orang yang tidak pernah kita kenal tanpa memiliki pengetahuan dasar yang kuat.
     Sebenarnya sebelum saya mempelajari tentang bagian yang ini, kami sempat diminta untuk duduk berpasang-pasangan dengan teman, sebenarnya saya bingung kami disuruh seperti itu untuk apa namun saya tetap melakukannya.
    Pada saat itu kami disuruh untuk role play. Dimana yang satu membicarakan sesuatu hal, namun teman bicaranya disuruh untuk tidak mendengarkan teman bicara, dan pada saat teman saya bicara, saya malah tidur dan tidak mendengarkannya, dan setelah itu saya dan teman saya bertukar posisi, dimana teman saya cuekin saya ketika saya bicara, sangat tidak enak rasanya ketika bicara dengan orang, namun orang tersebut tidak mendengarkan kita.
Keterampilan Dasar Wawancara
Membina Rapport. Membina rapport itu sangat penting dalam melakukan wawancara dimana interviewer berupaya untuk menciptakan hubungan yang hangat dan nyaman, agar klien bisa berbicara dengan bebas dan bisa jujur ketika menceritakan tentang masalahnya, kita tidak mungkin bisa menggali informasi lebih dalam dari klien kita, apabila dia tidak nyaman sama kita, contohnya saja kita kan tidak mungkin bisa langsung bercerita panjang lebar terhadap orang yang kita tidak kenal dengan baik, atupun kita juga tidak nyaman terhadap orang tersebut.
Empati. Dimana i-ter berusaha memahami dan mengerti perasaan klien, dimana i-ter bisa memahami dan bisa menerima tanpa adanya melakukan penilaian, i-ter juga harus harus fokus.
Attending Behavior. Kuncinya adalah i-ter mengurangi kuantitas bicara dan kita harus memberikan klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka, kita bisa bayangkan jika kita sebagai i-ter yang terus bicara, bagaimana kita mengetahui masalah klien kita. Ada 4 hal yang kita bahas dalam attending behavior:
1.    Visual : kita harus menatap klien kita dan jangan alihkan pandangan kita.
2.    Vocal Qualities : Nada & kecepatan bicara kita harus bisa diatur.
3.    Verbal Tracking : Jangan mengubah tujuan dari pembicaraan.
4.    Body Language : attentive and authentic
Question Technique. Ada open question dan ada juga closed question. Open question memiliki sifat tidak mengarahkan dan memberikan kebebasan terhadap klien untuk mengekspresikan ceritanya, sedangkan closed question sifatnya lebih mengarahkan dimana pertanyaan merujuk pada jawaban tertentu.
Observation Skill. Berfokus pada 3 area, yaitu: perilaku non verbal, perilaku verbal, konflik.
Active Listening.
 
16 September 2013

Hasil Wawancara Dalam Setting Psikologi Industri dan Organisasi (Abdiel Putra)


     Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mengetahui keadaan seseorang baik kepribadian, motivasi, keterampilan, pengetahuan, atau informasi-informasi melalui percakapan tatap muka. Wawancara juga merupakan senjata buat para Psikolog untuk menggali informasi yang lebih dalam.
     Teknik wawancara dalam setting PIO digunakan untuk melakukan recruitment dengan menggunakan direct question yang bersifat pertanyaan tertutup untuk menguji calon karyawan apakah karyawan tersebut mudah diarahkan atau tidak. Sedangkan in-depth digunakan untuk melihat pengetahuan atu pemahaman mengenai keterampilan atau suatu jabatan tertentu. Selain dua teknik di atas, ada juga teknik yang digunakan untuk wawancara, taitu STAR (situation, task, action, result),teknik ini digunakan pada saat melakukan head hunting , dimana pertanyaan-pertanyaan tidak hanya berkisar pada pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga pada pemecahan masalah di setiap situasi yang ada.
     Untuk wawancara recruitmentdengan menggunakan direct question, dibutuhkan waktu kurang lebih sekitar 10-20 menit, sedangkan wawancara in-depth atau STAR diperlukan kurang lebih 1-2 jam, apabila informasi yang dicari belumlengkap maka akan dilakukan wawancara lagi pada hari yang berbeda. Teknik wawancara tidak hanya dilakukan pada proses recruitment dan head hunting, tetapi teknik wawancara dilakukan juga untuk membantu karyawan yang bermasalah.
     Dalam setting PIO ada kelebihan dan kekurangan dari teknik wawancara. Kelebihan dari teknik wawancara adalah tidak membutuhkan biaya yang mahal atau relatif murah, waktu yang digunakan cepat bila tujuan sudah tercapai, dan mudah digunakan bila sudah berpengalaman. Sedangkan kekurangan dari teknik wawancara adalah sulit bila calon karyawan tidak terbuka, perbedaan hasil wawancara dengan kinerja, tidak dapat berdiri sendiri (memerlukan tes lain). Masalah yang dihadapi seperti perbedaan hasil wawancara dengan alat tes, kinerja berbeda, miss perception antara interviewer dan interviewee. Cara mengatasinya dengan banyak melakukan wawancara untuk menambah pengalaman, dan butuh bimbingan supervisor atau orang yang lebih berpengalaman.
 
16 September 2013

Wawancara Tidak Sekadar Bertanya (Winne Wijaya)

Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab untuk mendapatkan informasi. Wawancara juga merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam bidang psikologi untuk berbagai keperluan. Tidak hanya sebatas seperti definisinya, wawancara dalam bidang psikologi membutuhkan keterampilan yang tidak mudah dalam prakteknya. Bahkan wawancara tidak dapat dilakukan jika kita tidak dapat memulainya dengan benar. Kemampuan membina rapport adalah salah satu cara untuk “pemanasan” sebelum memulai menggali informasi yang relevan. Subyek atau klien yang datang tidak selalu langsung merasa nyaman untuk membongkar rahasianya kepada intervieweryang belum dikenalnya, yang sudah kenal saja terkadang merasa tidak nyaman. Kunci dari membina rapport adalah sikap interviewer sendiri. interviewer dapat memulainya dengan senyuman hangat, sambutan yang bersahabat, jabat tangan, atau pertanyaan basa-basi. Perhatikan juga latar belakang budaya subyek, sesuaikan pertanyaan-pertanyaan agar tidak menyinggung perasaannya, dan jangan menunjukkan wajah yang judgemental. Selama proses membina rapport, usahakan untuk memberikan perhatian penuh kepada subyek, misalnya jangan menerima telepon, berikan kesan kepada subyek bahwa pada saat itu waktu interviewer hanya untuk subyek.
Empati merupakan keterampilan kedua yang harus dikuasai interviewer, bedakan dengan simpati. Perbedaanya, simpati hanya sekedar merasa tertarik atau kasihan dengan apa yang dihadapi subyek, sedangkan empati, kita berusaha untuk menempatkan diri “seandainya” saya dalam posisi subyek. Kuncinya adalah interviewerharus fokus pada klien sepanjang waktu, dan memahami dunianya tanpa menghakimi.
Keterampilan ketiga adalah attending behavior. Kuncinya adalah berikan kesempatan subyek untuk berbicara menceritakan tentang diri mereka dan kurangi kuantitas bicara interviewer. Terdapat empat dimensi dalam attending behavior, yaitu visual (tatap subyek, jangan alihkan pandangan), vocal qualities (perhatikan nada dan kecepatan bicara, tunjukkan kesan bahwa Anda tertarik), verbal tracking (fokus pada tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan di awal), dan body language (perhatikan subyek dan jangan bersikap “lebay”).
Keterampilan keempat adalah teknik bertanya. Bertanya pun jangan asal bertanya, ada teknik-teknik tertentu yang harus dikuasai interviewer. Teknik bertanya dibagi menjadi dua, yaitu open question dan closed question. Melalui open question, subyek dibebaskan untuk mengekspresikan perasaannya tanpa adanya sifat pengarahan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih lengkap dari subyek. Closed question adalah pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu dan bersifat mengarahkan, contohnya, “Apakah Anda marah?” Selama proses wawancara, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, misalnya jangan memaksa klien untuk menjawab pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman, jangan membuat kesan subyek seperti diinterogasi, ijinkan klien untuk mengungkapkan seluruh emosi dan perasaannya, hindari pertanyaan “Mengapa”, dan jangan bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu interviewer.
Selama proses wawancara, observasi pun penting dilakukan, dan hal ini merupakan keterampilan wawancara kelima. Perhatikan perilaku nonverbal subyek (seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuh), perilaku verbal (perhatikan kata-kata yang menjadi perhatian subyek), diskrepansi dan konflik (inkongruensi dapat mengindikasikan bahwa subyek merasa tidak nyaman atau berkata tidak jujur).
Keterampilan selanjutnya adalah active listening skills, yang terdiri dari encouraging(mendorong klien untuk bercerita lebih banyak dengan nonverbal encouragement dan verbal encouragement), reflection of content (mengucapkan kembali kalimat klien), reflection of feeling (menyimpulkan perasaan klien), dan summarizing (kesimpulan yang ditangkap selama proses wawancara).
Demikianlah keenam keterampilan yang harus dikuasai interviewer untuk melakukan proses wawancara. Sudahkah Anda menguasai seluruhnya?
 
16 September 2013

Wawancara untuk Diagnosis - Praktisi Klinis Dewasa (Winne Wijaya)

Kuliah di Fakultas Psikologi bukanlah hal yang mudah. Baru saja masuk kuliah, kemudian ditanya oleh teman atau keluarga kuliah di fakultas apa, sudah disangka dapat membaca wajah orang, apa lagi jika menjalani profesi sebagai psikolog. Ilmu psikologi sendiri dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang klinis, pendidikan, PIO, kriminologi dan forensik. Setiap bidang memiliki klien dan job description-nya masing-masing. Hal yang membuat saya tertarik adalah bidang klinis, khususnya klinis dewasa. Kliennya adalah orang-orang dewasa, dengan masalah atau keluhannya masing-masing. Psikolog klinis dewasa biasanya praktek di rumah sakit. Latar belakang klien yang datang pun bermacam-macam. Ada yang datang karena dirujuk oleh dokter, misalnya dokter kandungan. Setelah melahirkan, misalnya sang ibu mengalami tekanan psikologis, sehingga membutuhkan bantuan psikolog untuk menanganinya. Ada juga yang datang dengan rujukan dari pihak keluarganya, atau ada juga yang datang dengan keinginannya sendiri. Psikolog pun harus memahami bagaimana hingga akhirnya klien datang menemui psikolog.
Klien yang datang menemui psikolog tentu memiliki masalahnya sendiri-sendiri, ditambah lagi masa dewasa sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Setiap tahapan ini, memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda yang mungkin menjadi latar belakang  keluhan klien. Tugas pertama dari seorang psikolog adalah memahami keluhan klien, termasuk mencari penyebab yang melatarbelakanginya, sehingga dapat ditentukan solusi yang tepat, misalnya dengan memberikan terapi atau treatment. Teknik wawancara dapat digunakan untuk diagnosis keluhan klien. Alasan menggunakan teknik wawancara adalah informasi dapat diperoleh langsung dari klien, bahkan tanpa alat seperti yang dalam penggunaan psikotes. Informasi yang diperoleh melalui wawancara pun lebih lengkap, karena dapat diterapkan pada klien (autoanamnesa) maupun pihak keluarga yang mengetahui masalah klien (aloanamnesa). Teknik wawancara sendiri tidak selalu dapat langsung diterapkan pada saat pertama klien datang, terutama jika klien datang dengan rujukan dari dokter atau keluarga. Klien cenderung akan bersikap tertutup atau bahkan berbohong menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Inilah salah satu kelemahan teknik wawancara. Membina hubungan rapportdengan klien dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, misalnya dengan ngobrol-ngobrolsantai terlebih dahulu. Buatlah klien terlebih dahulu nyaman dengan Anda, ciptakan trust dari klien, sehingga klien dapat bercerita dengan perasaan yang aman dan nyaman. Apabila diagnosis dilakukan dengan tepat, solusi yang diberikan pun akan sesuai dengan apa yang dikeluhkan klien, sehingga klien dapat menikmati manfaat berkonsultasi dengan psikolog.
 
16 September 2013