Dari mata Turun ke Hati?? (Ratna Sari Dewi)

   Untuk pertemuan ke empat ini, ada istilah yang cocok, yaitu "dari mata turun ke hati", benar adanya ketertarikan seseorang bermula dari fisik, karena fisik yang pertama kali terlihat, ini yang sering disebut ketertarikan seksual atau lebih dikenal dengan seks appeal, dan ini semua berpusat pada otak manusia, dan terjadi dialam bawah sadar manusia. Jadi selama ini tertarik dengan seseorang sudah terprogram secara tidak sadar. Untuk menyukai pasangan lawan jenis maupun sejenis yang disebabkan oleh hormon seks ini,  jelas dengan tidak munafik terkadang kita sudah menentukan “standard” untuk menjadi pasangan kita, dan paling tidak kita memilih pasangan yang yang memiliki daya tarik yang kurang lebih sama dengan daya tarik yang kita miliki, namun ini menjadi pengecualian untuk orang-orang yang memiliki ekspektasi yang sangat tinggi plus memiliki kecukupan finansial, mereka akan memiliki ketertarikan dengan lawan jenis dengan ketertarikan seksual jauh diatasnya, ini biasa terjadi pada pria, namun tidak sedikit ini juga terjadi pada wanita. Namun ketertarikan fisik ternyata bukan satu-satunya aspek ketertarikan seseorang, aspek lainnya yaitu suara, usia dan ketertarikan seksual juga mempengaruhi, untuk pria mereka akan memilih wanita dengan suara tinggi, dan untuk wanita akan memilih pria dengan suara rendah dan berat. Suara tinggi wanita dipengaruhi oleh hormon estergen, dan pria bersuara rendah dipengaruhi oleh hormon testerogen. Terlepas dari semuanya, apakah kita “perlu” menyukai dan mencintai pasangan kita dengan alasan??  
Berikut ada sebuah cerita dimana mencintai seseorang  tidak butuh alasan.
Ada sebuah cerita yang ringan, menarik sekaligus indah. Konon ada seorang cowok yang jatuh cinta pada seorang cewek. Ini biasa. Cowok ganteng jatuh cinta pada cewek cantik.
Cowok ini adalah seorang pendiam. Tidak banyak cakap. Dan dia takut untuk mengungkapkannya. Akhirnya dia memberanikan diri, “Saya cinta kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?” Untunglah cinta si cowok ini tidak bertepuk sebelah tangan. “Saya juga cinta kamu,” jawabnya. Maka keduanya mulai menjadi kekasih.
Suatu waktu si cewek berpikir, “Kenapa ya cowokku mencintai saya ?” Dan dia mulai menanyakannya.
“Saya kenal seorang teman cowok. Dia mencintai ceweknya karena dia bisa menyanyi dengan indah. Suaranya merdu dan enak didengar.” Dan dia menambahkan contoh teman lainnya yang jatuh cinta pada ceweknya, karena dia pandai menari. Tangan dan kakinya begitu gemulai ketika dia mulai menari.
“Lalu kenapa kamu mencintaiku ?”, tanya si cewek. Si cowok hanya diam saja. Memang dia tidak pandai bicara. Dia hanya bisa mematung sambil memandang mata si cewek. Ditanya berulang-ulang, si cowok tetap membisu.
Si cewek mulai naik pitam. Dia mulai berpikir yang negatif. Jangan-jangan si cowok cuma bohong. Mungkin saja dia tidak jatuh cinta padaku, tebaknya. Maka dia ingin memutuskan hubungan dengan si cowok ini. Tentu saja si cowok keberatan.
Di tengah persoalan ini, dalam perjalanan ke luar kota, tiba-tiba si cewek kehilangan kendali pada mobilnya. Mobilnya selip, dan terjun ke jurang. Sialnya dia tidak pakai seat belt.
Suatu keajaiban meski lukanya cukup parah, dia akhirnya sembuh. Meski harus meninggalkan 2 cacat. Yang satu kakinya pincang. Jalannya jadi tertaih-tatih. Dan yang kedua, dia menjadi bisu. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Yang menarik, si cowok tetap sabar dan baik hati menunggui ceweknya.
Dan dia akhirnya berbicara, “Kekasihku, untung aku tidak bilang ke kamu, kalau aku mencintaimu karena suaramu yang indah itu. Dan untung aku juga tidak bilang ke kamu, bahwa aku mencintaimu karena tarianmu yang indah.”
“Coba kalau aku menjawab aku mencintaimu karena suara dan tarianmu, padahal sekarang kakimu sudah luka, dan kamu tidak bisa bersuara lagi. Maka aku tidak punya alasan untuk mencintaimu. Alasan apa lagi yang harus aku utarakan, nanti kamu menyangka aku bohong.”
“Sebenarnya aku mencintaimu tanpa alasan apapun. Karena aku memang sadar dan benar-benar mencintaimu seperti apa adanya. Walaupun sekarang kakimu menjadi pincang dan kamu menjadi bisu.”
Air mata mengalir membasahi pipi si cewek. Dia sungguh tersentuh. Dan mereka kembali menjadi sepasang kekasih.
Kadang kita tidak dapat lagi mencintai seseorang, atau mencintai sesuatu karena alasan a atau b. Bukan berarti kita tidak punya alasan. Tetapi kita memang mencintainya secara apa adanya.

Cerita diatas meyadarkan saya, bahwa masih ada cinta yang tidak membutuhkan alasan, dan cinta ini melukiskan seberapa besar toleransi cinta yang perlu diberikan terhadap pasangan-pasangan kita. Dengan menerima pasangan apa adanya, merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kepada sang pencipta.





18 September 2013

Pertimbangkan “Bibit-bebet-bobot” dalam Memilih Pasangan!!! (Monica Teny)

Mendengar kata “Pernikahan” menurut saya pernikahan tidak hanya diartikan hidup bersama dalam satu rumah, menjalin keintiman, memiliki anak, atau lainnya. Tetapi lebih kepada menjalin suatu komitmen bersama atas dasar CINTA dan KASIH SAYANG. Saling menyayangi, melengkapi, bertanggung jawab, dan dibuahi melalui “ anggota“ baru dalam kebersamaan.
Orang-orang (terutama orang yang sudah menikah) sering mengatakan bahwa harus  “jeli” dalam memilih pasangan, tidak hanya  didasari rasa suka atau senang, atas dasar kompak atau kesamaan selera, atau bahkan untuk memenuhi kebutuhan seksual, tetapi juga harus dipertimbangkan atas dasar “bibit-bebet-bobot” keturunannya yang dapat diteruskan melalui genetika (tidak hanya kelainan genetika, penyakit, dan lain-lain yang dapat diturunkan atau diteruskan, tetapi karakter dari keluarganya juga dapat diteruskan atau diturunkan ke generasi selanjutnya). Maksudnya jika orang tua atau nenek moyangnya memiliki karakter jelek, bisa dimungkinkan karakter tersebut dapat diturunkan ke generasi berikutnya (karakter telah mendarah daging).
Banyak keluarga yang setelah menikah berahkir pada perceraian, padahal mereka saling menyanyagi dan mencintai satu sama lainnya, tetapi mungkin karena faktor "bibit-bebet-bobot" yang tidak diketahui karena kurang "jelinya" dalam mencari pasangan, yang menjadikannya berakhir di perceraian. Seperti yang dialami oleh tetangga saya, mereka baru menikah satu bulan lamanya, menjelang bulan kedua pernikahannya mereka baru mengetahui bahwa dahulu ayahnya sering menghamili wanita lain "free sex" karena takut suaminya juga memiliki pengalaman yang sama dengan ayahnya, maka berakhir-lah dengan perceraian.
Kebanyakan orang dalam memilih pasangan hanya dilihat dari segi fisik “ganteng atau cantik” dari segi ekonomi “kaya atau misikin” dan lain-lain dari aspek yang dapat berubah. Menurut saya penampilan dan segi ekonomi itu hal yang penting dan patut untuk dipertimbangkan, tetapi itu berarti dalam memilih pasangan  hanya didasarkan akan “haus” kesempurnaan yang dapat berubah dikemudian hari. Maksdunya sekarang mungkin orang yang kita pilih memiliki fisik yang baik, tetapi seiring berjalan waktu (penuaan) pasti berubah, begitu pula ekonomi, mungkin saat ini orang yang kita pilih memiliki ekonomi yang baik (material), tetapi tidak tutup kemungkinan hal tersebut berubah (bukan berbicara untuk menyumpahi, tetapi real dalam kehidupan).
Maka dari itu dalam memilih pasangan banyak aspek yang harus dipertimbangkan, terutama “bibit-bebet-bobot” orang yang kita pilih dan keturunan keluarganya. Tidak hanya didasarkan akan “haus” akan hal-hal yang dapat berubah. Hingga kelak tidak adanya rasa penyesalan dalam pernikahan, melaiankan dapat harmonis dan abadi selamanya. 

18 September 2013

keputusan untuk menikah (Fera Lumumba Tampubolon)

Artis ini baru beberapa bulan menikah udah cerai? Artis itu hitungan hari saja sudah cerai? Artis sana baru cerai sudah menikah lagi dalam waktu yang singkat. 

Miris memang kalau kita mengikuti fenomena-fenomena yang terjadi, khususnya di kalangan orang-orang terkenal yang gampangnya mengambil keputusan untuk menikah dan bercerai.

Apakah dengan fenomena-fenomena yang mengerikan tersebut kita bisa terpengaruh untuk mengikutinya?? Hmm harusnya sih kalau individu yang bijak tidak akan mudah terpengaruh. sebagai individu khususnya perempuan, harusnya tau mengambil keputusan dengan bijak dan tepat. Harus dapat mempertimbangkan dengan baik keputusan yang akan diambil, resiko dan dampak apa yang akan diterima ketika mengambil keputusan tersebut. Ketika perempuan muda mau memutuskan untuk menikah, lebih baik bertanya pada diri sendiri bukan karena pihak lain yang meminta untuk menikah. Tanyakan pada diri apakah sudah matang dan siap untuk memiliki pasangan seumur hidup? Bukan hanya matang yang kemudian  lama kelamaan menjadi busuk, tapi juga siap secara fisik dan psikis menyandang status istri...
 
18 September 2013

I need my parents!! (Ratna Sari Dewi)

Menikah terdengar yang gampang, setelah berpesta, kehidupan yang sebenarnya harus dijalankan sepasang suami istri bukan hal yang mudah. Inilah mengapa terkadang pernikahan menjadi pertimbangan dengan sangat matang, selain kesiapan finansial, kesiapan mental dan kedewasaan dari pasangan yang sangat diperlukan, karena jikalau hal-hal yang menyangkut kesiapan pernikahan tidak dilengkapi satu dengan yang lain, resikonya adalah Perceraian..

Mendengar saja sangat horor rasanya, karena tidak mudah untuk memutuskan setelah bercerai. Terlebih perceraian pasangan yang telah dikaruniai anak, inilah yang menjadi korban perceraian suami istri yang paling dirugikan. Lalu dimana Ratu dan Raja semalam itu? Hanya menjadi sebuah ungkapan untuk memanjakan telinga sesaat.
Perjalanan kehidupan rumah tangga tidak seperti kisah cinderella yang " live happily ever after".
Jika kita mendengarkan perihal mengenai pernikahan dimana dua insan dipersatukan, ada terlintas sesuatu yang berbahagia. Namun bukan hal yang mudah dijalankan, inilah sebab ketika pernikahan dirancang seindah mungkin, dirancang sedemikian rupa, tidak hanya materi termasuk uang yang dihabiskan untuk menjadi ratu dan raja semalam, namun juga waktu dan keterlibatan keluarga yang ikut berperan dalam mempersiapkan pernikahan menjadi pertimbangan yang sangat matang untuk menikah.
Seperti kisah seorang teman saya, seorang wanita yang menjadi sangat tomboy, dan tidak dapat dipungkiri bahwa teman saya ini juga teramat sulit mempercayai seorang lelaki. Sosok ayah yang sejak kecil tidak pernah ada untuknya, sosok ayah yang baik tidak pernah tergambar olehnya. Sejak perceraian orangtuanya dia melampiaskan seluruh kemarahannya dengan merokok. Meski dia sungguh sadar itu tidak baik untuk kesehatannya. Dan saya bisa melihat dimatanya, ketika dia bercerita mengenai ayahnya, ada kebencian, kekecewaan, dan kemarahan yang tidak dapat dideskripsikan. Meski dia memiliki seorang ibu, yang membanting tulang membiayainya dan adik-adiknya, dia tetap perlu sosok ayah. Trauma pada anak, luka pada anak yang tidak akan pernah hilang seumur hidup. Untuk para pasangan yang belum menikah pertimbangan dulu secara matang keputusan untuk menikah, dan khususnya untuk yang sudah menikah jika mengalami permasalahan carilah solusi terbaik dan hindari perceraian.

18 September 2013

Let's Talk (Fitria Nugraha)

In this second post I’m going to talk about marriage and divorce. Last week when I learn that the topic was about divorce, the first thing that comes up to my mind was an Iranian movie which won an Oscar for Best Foreign Movie in 2011 called ‘A Separation’. Well I think the title itself already gives us some hints about what the story is about. Yes, it talks about what makes a couple decide to end their marriage.

Here is a brief synopsis about the movie that I take from www.IMBD.com

An Iranian couple has a tough decision to make: Simin wants the family to live abroad to better the chances in life for their only daughter, Termeh. Nader, however, insists on staying in Iran to take care of his father, who suffers from Alzheimer's disease. The argument leaves the couple but one choice: divorce. But the consequences may go far beyond anything they had ever expected... Written by Ali Davami
and this is the url if you interested to watch the movie http://www.youtube.com/watch?v=fo9QikM-Vh0

After I watched this movie for the first time, I was perplexed, confused, and angry. I felt like saying ‘It started from a very simple thing! How come the two of you (Simin-the wife- and Nader-the husband-) can not solve it together!”.  But after I watch the movie for the second time, I got a better understanding about what’s really going on between them. Well, it makes me think that most couples don’t really communicate with their partners. Or most of them try to communicate but they either do it in a wrong way or in a bad situation. And to make it even worse some times they are too proud to admit that they are wrong.  For example from the movie, when Simin insist to leave Iran so that their daughter can get a better life, she definitely has a good reason to do it. But at the same time, she is selfish and doesn’t try to understand her husband’s situation with his father, who suffers from Alzheimer. On the other hand, Nader is too stubborn and he assumes that Simin is only bluffing when she ask for a divorce.

Well, this kind of situation often takes place in real life. Sometimes we are too focused on what’s best for ourselves or our child, but we forget about what’s best for our partner. And one of the main reasons couples decide to get a divorce, because they think that their partner can’t understand them, they think that their partner is too selfish. They only remember about the bad memory that they have with their partner. Whereas, actually if they can communicate in a good way and in a good situation probably they will stay as a happy couple. Lose some of your pride and talk about the problem with a clear mind. Never expect your partner to understand you without even trying to tell them about what your problems are.  And also never use a divorce as an escape of every problem that you encounter with your partner. Think about your children, what you think is the best for your children probably will be a problem for your children. Try not to use children as a reason in couple’s arguments.

Once my cousin in law said to me that after you got married it’s not about the love that you maintain, your marriage is like a firm. She called it a ‘family firm’ which has a lot of divisions. The husband is responsible in providing money and the wife must be responsible for the household needs. And also when you’re married,  it’s not only the person who we love that is bounded to you but it is also her/his entire family. You should be sure that you will be able to handle it. Well marriage is not that easy and not all about the lovey dovey part anymore, it’s a whole new other chapter with you and your partner. So be ready and never forget to communicate with your partner. Remember it’s not about yourself anymore! 
 
18 September 2013

Ready for marriage? Think again! (Irena Nova Wijaya)

Pertemuan terakhir saya di kelas Psikologi Perempuan membahas tentang Keputusan Pernikahan, mh.. menarik bukan? Apalagi bagi saya dan teman-teman saya yang berusia sekitar 20 tahunan. Pernah tidak sih kalian mendengar 'curhat' an teman kalian yang tidak sabar ingin menikah? Padahal masih terhitung dewasa muda. Ya walau dewasa muda sebenarnya sah-sah saja sih menikah.. Atau teman kalian yang sudah pacaran sampai bertahun-tahun tapi belum kunjung dilamar? Atau mungkin kalian lah yang sebenarnya tidak sabar untuk menikah?? ;p
Mungkin terlihat mudah, menyenangkan, dan membahagiakan bisa terus menerus bersama seseorang yang kita sayangi, seatap, dan halal. Kalau pacaran tidak bisa bertemu 24 jam, kalau sudah menikah bahkan lebih dari 24 jam. Eits! Menikah tidak semudah itu! Karena menikah berarti kita berkomitmen untuk bersama dengan seseorang sepanjang sisa hidup serta bersedia memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, religi, dan untuk memiliki keturunan dengan pasangan. Bukan untuk hitungan tahun seperti berpacaran namun hingga puluhan tahun!
Pernikahan memang memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang. Mengapa? Karena pada dasar nya manusia membutuhkan kedekatan satu sama lain dan memiliki perasaan bahwa ia kehilangan sesuatu pada dirinya apa bila tidak berhubungan dengan orang lain. Namun yang perlu di ingat pernikahan membawa kewajiban dan tugas, serta tanggung jawab untuk dua orang atau lebih. Bukan lagi hanya untuk dirinya sendiri. 
Sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam pernikahan ada baik nya kita mengenali tiga elemen yang disebut triangular theory of love yang terdiri dari intimacy (elemen emosi yang berhubungan dengan kedekatan pada hubungan, kehangatan, dan kepercayaan), passion (elemen motivasi yang mendasari dorongan fisiologis ke arah seksual), dan commitment (elemen kognitif yang mendasari keputusan untuk saling menyayangi dan mempertahankan hubungan). Berikut delapan tipe hubungan:
  • Nonlove: non-intimacy, non-passion, non-commitment
  • Liking: intimacy, non-passion, non-commitment
  • Infatuation: non-intimacy, passion, non-commitment
  • Romantic love: intimacy, passion, non-commitment
  • Companionate love: intimacy, non-passion, commitment
  • Fatuous love: non-intimacy, passion, commitment
  • Consummate love: intimacy, passion, commitment 
Kira-kira hubungan kalian dengan pasangan masuk ke tipe yang mana ya? ;p
 
18 September 2013