Belajar Praktek (Ayu Thannia Dewi)
Kami sebagai mahasiswa psikologi, pasti nantinya akan melakukan serangkaian proses dalam bekerja. Apapun bidangnya, di dalamnya pasti akan ada proses di mana kita bertanya untuk tujuan tertentu. Namely, interview. Nah, dalam rangka mempersiapkan diri, selama tiga minggu terakhir ini, kami melakukan praktek wawancara dalam tiga bidang. Yaitu, I/O, Pendidikan, dan Klinis. Prosesnya adalah, satu kelompok (terdiri dari 5) melakukan wawancara, satu kelompok menjadi klien, dan satu kelompok lainnya mengobservasi si pewawancara. Setiap kami diputar untuk mendapatkan masing-masing peran. Rasanya, nervous banget!
Minggu pertama, ketika tema kami adalah I/O, itu luar biasa panas-dinginnya. Saya sendiri sampai mencoba berkali-kali, mengedit daftar pertanyaan berkali-kali, dan hasilnya, SUKSES!!Yea, sesuksesnya pertama kali mencoba lah ;p
Saya sudah mencoba attending behavior dengan eye contact (I think this is the most important), dan mencoba berbicara dengan nada yang tidak terlalu keras, tidak terlalu kecil, tidak terlalu cepat, melambatkan di beberapa tempat. Setelah melakukan prosesnya, ternyata tidak sesulit itu. Seperti mengobrol biasa memang, namun apa yang menjadi topiknya itu yang harus digali terus. Rasanya, teori yang banyak itu justru membuat bingung -.-"
Saya juga sudah mencoba melakukan pembinaan rapport, seperti tersenyum, mempersilakan duduk, dan menanyakan kabar. Namun karena ini kali pertama dan nervous banget, akhirnya saya malah menanyakan kabar dua kali. Oh my GOD! That was so stupid.
Yang terpenting adalah memperhatikan dan mengelaborasi dari pernyataan klien, terkadang mengangguk dan mengatakan "heem" di saat yang tepat (that's called encouraging). Saya juga sudah mencobanya. Namun apakah itu sudah bisa dikatakan empati, Saya tidak tahu. Hingga saat ini saya masih bertanya-tanya, bagaimana caranya berempati? Mungkin harusnya saya tidak terlalu mempertanyakannya dan let it flow.
Tema minggu kedua adalah Pendidikan. Klien saya adalah siswi kelas 3 SMP (yang diperankan oleh teman saya). Saya rasa saya menyukai anak-anak, atau remaja.
Wawancara kali ini menjadi lebih baik karena tidak se-nervous kemarinnya. Saya masih melakukan attending behavior yang sama, membina rapport dengan cara yang sama (disesuaikan dengan usia), menggunakan nada yang lebih ceria (disesuaikan dengan usia), encouraging, mengelaborasi, dan.. let it flow.
Tema terakhir adalah Klinis, dengan tema wawancara yang kelompok saya pilih adalah Insomnia. Sebelum praktek, saya mengalami sedikit insiden sehingga hampir tidak ada waktu untuk berlatih seperti minggu-minggu sebelumnya. Dan, kelompok saya maju pertama. Wished to be luck. Anehnya, proses wawancara terasa begitu cepat dan kami sudah kehabisan waktu.
Saya masih melakukan hal yang sama dengan minggu-minggu sebelumnya, seperti melakukan attending behavior, membina rapport dengan cara yang sama, encouraging, dan mengelaborasi. Namun karena nervous kembali, saya sempat lupa apa yang ingin saya tanyakan. Akhirnya terjadi "Em.." panjang. Untungnya saya cepat mengalihkan pertanyaan, meskipun ujungnya menjadi sedikit aneh. Haaa....
Ada juga kemarin pengalaman kunjungan panti di sebuah panti penyandang cacat. Suasananya cukup nyaman dan menyenangkan, terutama klien saya sangat responsif dalam menjawab. Pengalamannya bukanlah sesuatu yang biasa, hampir membuat nangis klien loh! Kasus-kasus seperti ini memang sangat sensitif ketika harus menggali masa-masa yang tidak mengenakkan. Saya sudah berusaha untuk menjaga agar klien tidak menangis, dan mengobrol ngalor-ngidul (tetap ada tujuannya) mengenai kehidupannya beliau. Disana saya cukup tertegun mengenai kepercayaannya yang dipegang teguh dan impian yang masih belum tau kapan terwujud.
Proses wawancara tersebut berlangsung santai. Saya berbicara menghadap klien, namun tidak terus menerus melakukan eye contact karena saya ingin melakukannya seperti ngobrol santai. Paling hanya nada suara dan kecepatannya yang saya atur agar klien masih tetap merasa bahwa ceritanya diperhatikan. Pada awalnya saya mencoba mengajak klien untuk duduk di tempat lain karena ruang aula terlihat sumpek, akhirnya kami duduk dekat jembatan. Saya mencoba membuat rapport dalam waktu yang sangat singkat itu, bersyukur karena kliennya pun responsif meskipun beberapa hal tidak bisa diungkapkan dengan jelas oleh beliau.
Bertanya di sana-sini, gali terus dan terus, benar-benar menjadi orang yang kepo. Angguk-angguk juga saya lakukan, yang lebih karena kebiasaan daripada keharusan. Pengalaman ini bukan hanya pengalaman untuk wawancara menurut saya, tapi juga pengalaman membersihkan jiwa. Haha ^^
Begitulah minggu yang panjang ini berakhir.
Semoga minggu Anda lebih menyenangkan!
25 Mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar