REFLEKSI DIRI KUNJUNGAN PANTI WERDHA :) (Francine Nathalia)
Pada hari ini saya akan mengulas sedikit mengenai kunjungan saya dan rombongan kelas saya ke panti werdha. Melihat dari katanya, mungkin kita sangat kurang familiar.. Panti werdha adalah panti jompo, kata werdha mulai dipakai untuk menggambarkan para lansia yang tinggal di panti tersebut. Para lansia yang tinggal disana disebut sebagai WBS (Warga Binaan Sosial). Dari jenisnya tentu ada panti werdha yang dikelola oleh pemerintah atau swasta. Biasanya yang dikelola oleh pemerintah bebas biaya atau free of charge J ,tentu ini diperuntukkan untuk kaum yang kurang mampu. Namun panti werdha yang dikelola oleh swasta biasanya mematok biaya tertentu untuk per bulannya. Para keluarga yang menitipkan anggota keluarga mereka di panti werdha swasta biasanya memiliki kemampuan ekonomi yang cukup.
Kemudian pada tanggal 18 Mei 2013 saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu panti werdha yang ada di Jakarta Barat. Disana panti werdha yang dikelola oleh pemerintah. Untuk fasilitas dan layanan kesehatan yang diberikan sepertinya sudah cukup baik. Namun disana kebersihannya saya rasakan kurang terjaga. Kami menyambut para WBS disana dengan senyum yang ramah, kemudian saya menghampiri seorang WBS pria yang berusia 70 tahun. Sebut saja bapak LS. Bapak ini sudah 3 bulan tinggal di panti ini, dulu selama 3,5 tahun sempat tinggal di panti werdha yang lain. Bapak LS mengaku bahwa layanan kesehatan disini sudah cukup memadai, hanya saja di panti ini sangat sepi pengunjung. Keseharian bapak LS mungkin tidak jauh berbeda dengan para WBS lainnya, namun bapak LS lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain catur bersama pegawai panti tersebut. Bapak LS juga menceritakan sedikit kisah hidupnya sampai akhirnya dia tidak memiliki pilihan dan memutuskan tinggal di panti werdha.
Hati saya sedih mendengarnya, tak kuasa saya menahan air mata sebanyak dua kali. Mungkin orang berpikir ini sangat berlebihan, tetapi cerita beliau sangat menyentuh hati saya. Kini saya tahu apa arti anak bagi setiap orangtua. Mereka sudah renta dan tua, tangannya tidak kuat seperti dulu menggendongmu. Kakinya tak cukup kekar untuk berjalan mencari sesuap nasi untukmu. Kenapa kau sia-siakan mereka? Kau anaknya bukan? Sungguh tak habis pikir saya, mengapa sampai hati meninggalkan mereka, bahkan tidak pernah kembali lagi untuk menjenguknya. Taukah kalian diantara ingatan mereka yang masih terbatas, mereka masih ingat aroma tubuhmu, dan gambaran rupamu..?? Ya Tuhan, ampunilah mereka..
Rasanya hanya itu yang dapat saya sampaikan. Hati saya remuk mendengar cerita dari Bapak LS. Setiap malam doa orangtua terus terucap demi keselamatan anak-anak dan cucu mereka. Kini saya belajar banyak, saya mengucapkan beribu terimakasih untuk Bu Henny dan Kak Tasha selaku pembimbing saya. Saya mendapatkan pengalaman berharga saat kunjungan ke panti werdha. Saya berjanji saya akan menjadi anak yang baik serta mencintai orangtua saya sampai selamanya. Saya mau menjadi psikolog yang berkualitas, yang mengandalkan Tuhan untuk segala pekerjaan saya. Saya mau memberdayakan kaum yang jarang tersentuh oleh kita. Kaum lansia harus semakin sejahtera, karena dari merekalah generasi penerus bangsa ada, hanya di genggaman tangan mereka, yaa..hanya mereka..
“Saat kita kecil, mungkin kita menangis ketika terjatuh dan cepat-cepat menggenggam tangan orangtua kita.. Tapi ketika kita dewasa, mereka yang renta terjatuh, dan kita yang menghapus air mata mereka dan kembali mengenggam tangan mereka seperti dulu mereka mengenggam kita...”
2 Juni 2013
Kemudian pada tanggal 18 Mei 2013 saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu panti werdha yang ada di Jakarta Barat. Disana panti werdha yang dikelola oleh pemerintah. Untuk fasilitas dan layanan kesehatan yang diberikan sepertinya sudah cukup baik. Namun disana kebersihannya saya rasakan kurang terjaga. Kami menyambut para WBS disana dengan senyum yang ramah, kemudian saya menghampiri seorang WBS pria yang berusia 70 tahun. Sebut saja bapak LS. Bapak ini sudah 3 bulan tinggal di panti ini, dulu selama 3,5 tahun sempat tinggal di panti werdha yang lain. Bapak LS mengaku bahwa layanan kesehatan disini sudah cukup memadai, hanya saja di panti ini sangat sepi pengunjung. Keseharian bapak LS mungkin tidak jauh berbeda dengan para WBS lainnya, namun bapak LS lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain catur bersama pegawai panti tersebut. Bapak LS juga menceritakan sedikit kisah hidupnya sampai akhirnya dia tidak memiliki pilihan dan memutuskan tinggal di panti werdha.
Hati saya sedih mendengarnya, tak kuasa saya menahan air mata sebanyak dua kali. Mungkin orang berpikir ini sangat berlebihan, tetapi cerita beliau sangat menyentuh hati saya. Kini saya tahu apa arti anak bagi setiap orangtua. Mereka sudah renta dan tua, tangannya tidak kuat seperti dulu menggendongmu. Kakinya tak cukup kekar untuk berjalan mencari sesuap nasi untukmu. Kenapa kau sia-siakan mereka? Kau anaknya bukan? Sungguh tak habis pikir saya, mengapa sampai hati meninggalkan mereka, bahkan tidak pernah kembali lagi untuk menjenguknya. Taukah kalian diantara ingatan mereka yang masih terbatas, mereka masih ingat aroma tubuhmu, dan gambaran rupamu..?? Ya Tuhan, ampunilah mereka..
Rasanya hanya itu yang dapat saya sampaikan. Hati saya remuk mendengar cerita dari Bapak LS. Setiap malam doa orangtua terus terucap demi keselamatan anak-anak dan cucu mereka. Kini saya belajar banyak, saya mengucapkan beribu terimakasih untuk Bu Henny dan Kak Tasha selaku pembimbing saya. Saya mendapatkan pengalaman berharga saat kunjungan ke panti werdha. Saya berjanji saya akan menjadi anak yang baik serta mencintai orangtua saya sampai selamanya. Saya mau menjadi psikolog yang berkualitas, yang mengandalkan Tuhan untuk segala pekerjaan saya. Saya mau memberdayakan kaum yang jarang tersentuh oleh kita. Kaum lansia harus semakin sejahtera, karena dari merekalah generasi penerus bangsa ada, hanya di genggaman tangan mereka, yaa..hanya mereka..
“Saat kita kecil, mungkin kita menangis ketika terjatuh dan cepat-cepat menggenggam tangan orangtua kita.. Tapi ketika kita dewasa, mereka yang renta terjatuh, dan kita yang menghapus air mata mereka dan kembali mengenggam tangan mereka seperti dulu mereka mengenggam kita...”
2 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar