Setiap Orang Butuh didengarkan (Evy)

Pada saat kelas teknik wawancara Rabu kemarin, dosen kami Ibu Henny, menyuruh kami mempraktikkan sebuah permainan yang cukup menjengkelkan. Jadi permainan itu dilakukan berpasangan, yang satu disuruh menceritakan apa saja yang ingin diceritakan, yang satu lagi disuruh melakukan sesuatu lain selain mendengarkan dan dilakukan bergantian. Setelah itu, masih dalam pasangan, kami disuruh menceritakan juga apa yang ingin diceritakan, tetapi kali ini pasangannya mendengar dan memberikan feedback. Setelah permainan tersebut selesai dilakukan, saya mempelajari sesuatu yang baru. Sesuatu yang terkadang saya anggap enteng tetapi ternyata sangat berefek pada orang lain. Mengapa telinga kita ada dua tetapi mulut hanya satu? Karena kita diharapkan untuk lebih banyak mendengar dibanding berbicara. Orang-orang yang di sekitar kita, baik yang sedang memiliki masalah ataupun tidak, butuh untuk didengarkan. Mendengarkan bukan hanya pekerjaan psikolog tetapi juga kita semua harus mampu mendengarkan orang lain. Mengapa orang yang tidak mempunyai masalah juga butuh untuk didengarkan? ini poin utama yang saya dapat dari permainan tersebut. Pada saat seseorang bercerita mungkin tentang kegiatan jalan-jalannya yang menyenangkan pun, dia berharap agar ceritanya didengar. Jika kita menganggap enteng cerita orang dengan mengabaikan ceritanya mungkin kita sambil melakukan hal lain seperti bermain gadget, kita akan merasa fine-fine saja, tetapi orang yang bercerita tersebut akan merasa sedih, tidak diharapkan untuk bercerita, atau mungkin si pendengar tidak tertarik dengan ceritanya. Pendengar mungkin tidak akan menyadari apa yang dirasakan si pencerita, tapi ketika si pendengar yang menjadi pencerita, maka ia akan mengerti bagaimana rasanya tidak didengarkan. Dengarkanlah apa cerita orang disekitar kita, hargailah ia mau melakukan sharing dengan kita, karena kita sendiri juga membutuhkan telinga orang lain.

14 September 2013

0 komentar:

Posting Komentar