The Number You’re Calling is Busy, Please Try Again (Meylisa Permata Sari)


stock-illustration-6354485-good-communication-bad-communication
Pada pertemuan kali ini, kelas Perilaku Seksual membahas tentang komunikasi. Dari kecil, waktu masih di dalam janin bahkan, kita sudah melakukan komunikasi dengan orang lain. Sebagai manusia, kita tidak dapat lepas dari yang namanya berkomunikasi, namun bagaimana jika cara berkomunikasi yang kita lakukan tidak tepat? Atau bahkan buruk? Jangan-jangan, orang jadi malas berbicara dengan kita, atau bahkan, pasangan kita juga malas berbicara kepada kita.
Sebagai pasangan (terutama yang telah menikah), seseorang tentunya telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkomunikasi satu sama lain, namun tidak jarang saya melihat ternyata mereka belum dapat berkomunikasi dengan baik satu dengan yang lainnya. Pernahkah Anda mendengar atau melihat pasangan yang bertengkar karena hal yang sepele? Seperti “lampunya dimatiin dong”, “kok hari ini makanannya begini sih?” lalu berakhir dengan “kok kamu begitu sih? Aku kan….” and so on, yang akhirnya berakhir dengan kata “kamu ga pernah … (isi sendiri)…., Kita (entah putus atau bercerai).” klise ya kedengarannya, namun beberapa kali mendengarkan cerita dari berbagai sumber, hal-hal sepele macam itu dapat membuat perpisahan terjadi. Mengapa? Karena komunikasi yang buruk. Pemilihan kata yang nampaknya menyudutkan, nada yang tinggi, kata-kata selalu (overgeneralized) adalah bumbu-bumbu komunikasi yang buruk. Belum lagi kalau kita yang dikrititik, langsung defensive deh. Jujur saja, hingga saat ini, kalau saya dikritik, ada saja keinginan untuk membalas, kadang-kadang bisa ditahan, kadang-kadang kebablasan juga, namun jika berusaha, bisa kok tahan, dan menerima kritik tersebut, bahkan memperbaiki diri.
Untuk memiliki hubungan yang baik, komunikasi yang baik itu adalah kunci utamanya (menurut saya). Kalau tidak dapat berkomunikasi, mana mungkin kita bisa tahu apa yang pasangan kita butuh dan inginkan, atau bagaimana membuat pasangan dapat mengetahui apa yang kita butuhkan. Selain itu, dengarkanlah pasangan kita saat ia berbicara, beri tanggapan juga agar ia merasa dihargai. Ingat, komunikasi itu ada aturannya juga. Saat satu bicara, yang lain mendengarkan.
Oh, oh, sebelum selesai, bagi para wanita (ini stereotipnya sih), saya mau beri saran, pria itu sulit untuk melihat tanda-tanda nonverbal, contohnya, kalau misalnya ia sedang main atau nonton, lalu kita pelototi dia agar ia beralih kepada kita. Kemungkinan besar dia tidak tahu kalau kita itu ingin attentionnya dia, jangan-jangan dia pikir kita ikut nonton dan saking serunya mata melotot. Atau.. Ini kejadian yang dulu sering terjadi kepada saya. Saat itu saya sedang kesal kepada pasangan saya. Lalu dia bertanya, “kamu kenapa?”. Anda mungkin telah menebak jawaban saya selanjutnya, yaitu….. “Gapapa”. Itu! Itulah yang biasanya sering terjadi. Padahal saya kenapa-kenapa. Saya kesal kepadanya, dan ingin dia tahu, tapi dalam pikiran saya, saya maunya dia tahu sendiri tanpa saya beritahu. Dan ternyata pria bukanlah “mind reader”. Waktu saya menjawab “Gapapa”, ia ikut diam, lalu mulai ajak berbicara lagi. Lalu dilanjutkan dengan kata “kamu ga ngerti aku”. Lalu bertengkar deh.. Jadi, kalau mau agar pasangan sadar sesuatu, atau ingin ia melakukan sesuatu, bicaralah. Beritahu pasangan kita apa yang kita harapkan, kalau akhirnya harapan kita tidak dapat dipenuhi, tanya alasannya baik-baik. Cobalah untuk memahami pasangan kita juga. Ingat-ingat, bahwa komunikasi yang baik akan menghasilkan hubungan yang baik juga.

4 September 2013

0 komentar:

Posting Komentar