Pengenalan huruf pada anak usia dini
Huruf merupakan simbol sekunder bahasa. Bagi anak, kehadiran huruf memiliki makna hanya jika huruf-huruf itu mereka perlukan dalam kehidupan berbahasa. Anak-anak perlu mengenal huruf karena mereka tertarik membaca nama toko, nama jalan, tulisan peringatan, merk, cerita singkat bergambar, judul film anak-anak, dan alamat surat. Anakanak mungkin juga perlu mengenal huruf karena mereka tertarik untuk menulis identitas diri, menulis pesan singkat, atau mencatat hal-hal yang mereka sukai. Oleh karena itu, materi menulis dan membaca harus dimulai dari minat dan kebutuhan anak itu, dan bukan dari teks artifisial.
Huruf tidak dapat berdiri sendiri. Huruf hadir dalam rangkaian yang disebut kata. Kata hadir dalam untaian kalimat. Kalimat berhulu dari konteks. Pembelajaran haruslah bermuara kepada konteks itu sendiri. Dengan demikian, untuk memperkenalkan huruf A misalnya, guru harus berangkat dari kontekstualisasi atau pengkonteksan. Guru dapat mulai dari interaksi tentang binatang piaraan, ayam misalnya, dan menajam ke dalam bagian kata ayam, yakni “Kata ayam itu dimulai dengan huruf A” (lihat juga Amstrong, 2002). Dari sini, semua huruf dapat diperkenalkan kepada anak sebagai bahan identifikasi visual. Kegiatan pengenalan huruf juga melibatkan proses penciptaan (menggambar huruf). Pembelajaran ‘menggambar’ ini harus pula dikaitkan dengan syarat kebermaknaan. Goresangoresan yang melatih motorik halus anak perlu dikaitkan dengan tema tertentu yang dikuasai anak. Kegiatan menggambar pagar (untuk persiapan motorik halus menulis huruf) jauh lebih bermakna daripada membuat garis bobok dan garis berdiri (lebih lanjut lihat Tangyong, dkk, 1994). Demikian juga menggambar garis hujan tersapu angin lebih bermakna bagi anak daripada menulis garis miring. Pengenalan huruf tidak dapat dipisahkan dari tingkat perkembangan membaca dan menulis anak. Adapun Tingkat perkembangan menulis anak menurut Temple dkk (via Brewer, 1995:220) adalah sebagai berikut.
Huruf tidak dapat berdiri sendiri. Huruf hadir dalam rangkaian yang disebut kata. Kata hadir dalam untaian kalimat. Kalimat berhulu dari konteks. Pembelajaran haruslah bermuara kepada konteks itu sendiri. Dengan demikian, untuk memperkenalkan huruf A misalnya, guru harus berangkat dari kontekstualisasi atau pengkonteksan. Guru dapat mulai dari interaksi tentang binatang piaraan, ayam misalnya, dan menajam ke dalam bagian kata ayam, yakni “Kata ayam itu dimulai dengan huruf A” (lihat juga Amstrong, 2002). Dari sini, semua huruf dapat diperkenalkan kepada anak sebagai bahan identifikasi visual. Kegiatan pengenalan huruf juga melibatkan proses penciptaan (menggambar huruf). Pembelajaran ‘menggambar’ ini harus pula dikaitkan dengan syarat kebermaknaan. Goresangoresan yang melatih motorik halus anak perlu dikaitkan dengan tema tertentu yang dikuasai anak. Kegiatan menggambar pagar (untuk persiapan motorik halus menulis huruf) jauh lebih bermakna daripada membuat garis bobok dan garis berdiri (lebih lanjut lihat Tangyong, dkk, 1994). Demikian juga menggambar garis hujan tersapu angin lebih bermakna bagi anak daripada menulis garis miring. Pengenalan huruf tidak dapat dipisahkan dari tingkat perkembangan membaca dan menulis anak. Adapun Tingkat perkembangan menulis anak menurut Temple dkk (via Brewer, 1995:220) adalah sebagai berikut.
- Scrible Stage (Mencoret/ membuat goresan) Pada tahap ini anak membuat gambar yang belum terlihat jelas
- Linear Repetitive Stage (pengulangan linier). Tulisan anak tersusun dari garis horisontal. Ada “ kata” yang panjang, ada kata yang pendek.
- Random Letter Stage (Huruf Acak) Huruf dijajar belum membentuk kata (tapi bagi anak sudah dianggap kata)
- Letter-nama Writing / Phonetik Writing (Menulis Nama /Bunyi) Tulisan seperti bunyinya, seperti apa yang didengarnya : Juwal (jual)
- Transitional Spelling Anak mulai ‘mengenal’ sistem standar tapi kadang kembali ke sistem bunyi.
- Conventional Spelling. Anak dapat menulis ke bentuk standar
Pengenal huruf juga harus memperhatikan tingkat perkembangan membaca anak. Ini berarti memperkenalkan huruf harus melihat pada tingkat apa anak dapat menunjukkanpemerolehan bacanya. Tingkat perkembangan membaca, menurut Cochrane (via Brewer, 1995:218) adalah sebagai berikut:
- Magical Stage (anak berpikir bahwa buku penting)
- Self Concept Stage (Pura-pura membaca)
- Bridging Reading Stage (membaca gambar) (Tulisan diperlakukan seperti gambar; menemukan satu dua kata yg dihafal)
- Take-off Reader Stage (pengenalan bacaan) (anak menggunakan grafofonik, semantik, sintaktik ; mulai senang membaca label, nama, iklan, tulisan dalam kemasan)
- Independent Reader Stage (lancar) (Anak dapat membaca dengan baik. Dapat menyerap informasi, dapat memperkirakan bahan bacaan)
- Skilled Stage (Terampil)
- Advances Skilled Stage
0 komentar:
Posting Komentar