Pengalaman Praktikum Wawancara yang Menegangkan dan Menyenangkan (Aurelia Felicia)

   Setiap hari Senin selama 3 minggu berturut-turut, saya dan teman-teman yang sekelas Teknik Wawancara mengambil nilai praktek di laboratorium konseling. Minggu pertama, kami semua deg-degan dan takut sekali, apalagi saat menjadi pewawancara. Paling menyenangkan itu saat menjadi observer karena dapat melihat interaksi antara pewawancara dan orang yang diwawancara yang keduanya merupakan teman-teman kami sendiri. Adapula kejadian-kejadian lucu yang membuat tertawa, terutama karena jawaban yang diberikan oleh orang yang diwawancara.
   Saat saya menjadi pewawancara, saya melakukan bina rapport terlebih dahulu. Saya menanyakan kabar, memberi salam, menjabat tangan, dan menanyakan hal-hal umum lainnya. Sampai sejauh ini, orang yang diwawancara cukup mau terbuka dan menjawab semua pertanyaan saya. Tidak lupa pula, saya meminta izin untuk merekam pembicaraan dengan recorder. Selama wawancara, saya berusaha menjaga dan mempertahankan kontak mata. Pada minggu pertama, saya masih kesulitan karena sesekali saya masih banyak melihat ke bawah untuk membaca pertanyaan. Saya suka lupa dengan pertanyaan yang akan diberikan. Namun, semakin lama saya semakin dapat menjaga kontak mata. Saya juga mencoba untuk tetap memberi seulas senyum dan anggukkan kepala, terutama saat orang yang diwawancara sedang menjawab atau bercerita. Saya juga sering mengucapkan kata “hmm” saat mendengarkan. Namun, saya masih sering susah dalam merangkai kata-kata untuk pertanyaan.
   Saat menjadi orang yang diwawancara, saya cukup bingung dengan jawaban yang akan saya berikan, apalagi dengan tema yang berbeda tiap kelompoknya. Minggu pertama, saya menjadi pelamar kerja untuk menjadi sales. Saya belum pernah mempunyai pengalaman diwawancarai seperti itu. Minggu kedua, saya menjadi seorang murid yang salah masuk jurusan. Minggu ketiga, saya menjadi korban bencana tsunami di Jepang. Pertemuan terakhir lebih membuat saya bingung karena sudah lupa tentang keadaan tsunami waktu itu. Akan tetapi, saya menjawab sebisa saya dan menjawab se-“normal” mungkin. Saya dan teman-teman berusaha sebisa mungkin dan untungnya ketegangan minggu kedua dan ketiga mulai berkurang. Namun, masih banyak kekurangan yang perlu kami perbaiki, dan masih banyak yang harus kami pelajari..

   Selain praktikum di lab, saya dan teman-teman diberi kesempatan untuk praktik di lapangan. Yah.. kami mengunjungi sebuah panti tuna daksa. Cukup banyak individu-individu yang mengalami physical disablity, baik pria maupun wanita. Karena saya dan beberapa teman sempat nyasar, maka kami hampir tidak mendapatkan subyek. Saya yang pertama mendapat subyek. Bina rapport berjalan dengan baik dan subyek yang saya wawancarai juga mengizinkan pembicaraan direkam. Subyek pun terbuka pada saya dan mau bercerita tentang kehidupannya. Namun, ada beberapa pertanyaan yang tidak dimengerti subyek, sehingga saya harus mengarahkan subyek agar mengerti pertanyaan yang saya berikan. Saya juga sempat bingung dalam memilih kata-kata yang akan saya tanyakan. Selain itu, karena wawancara dilakukan di sebuah aula dan banyak suara lain, suara subyek tidak terdengar jelas sekali. Untungnya, saya masih dapat memahami maksud subyek. Selesai wawancara, saya berterima kasih dan melanjutkan perbincangan biasa dengan subyek tentang kehidupan sehari-hari subyek. Saya senang sekali karena subyek tidak putus asa dan masih mau belajar, walaupun ada kekurangan dalam dirinya.
~ Terima kasih Ibu Henny & Kak Tasya yang sudah mengajari…  :D
22 Mei 2013

0 komentar:

Posting Komentar