Refleksi sebagai Pewawancara (Anita Lusiana)

Sudah 3 tema yang kami, para mahasiswa Fakultas Psikologi Untar lakukan dalam proses teknik wawancara . Pertama ada setting PIO (Psikologi Industri dan Organisasi), yang kedua ada setting pendidikan, dan yang terakhir setting gangguan-gangguan klinis. Refleksi diri saya sebagai pewawancara awalnya masih sangat takut. Saya takut kalau saya tidak dapat memberikan pertanyaan dengan baik kepada klien, saya takut kalau saya melupakan keterampilan-keterampilan dasar wawancara yang telah di ajarkan untuk dapat diterapkan, serta takut pada hal-hal lainnya yang menganggu proses wawancara. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, saya dapat melewati hambatan serta kecemasan saya terhadap tugas ini. Saya merasa kalau proses atau simulasi yang dilakukan akan sangat berguna untuk kehidupan nyata nantinya, dalam jenis pekerjaan apapun. 
Dalam keterampilan dasar wawancara, saya sangat menguasasi cara membina rapport kepada klien. Dimana, saya selalu membukakan pintu untuk klien masuk, tersenyum ramah, dan melakukan percakapa-percakapan kecil sebelum memulai proses wawancara. Saya juga dapat menunjukkan muka datar, saat klien berbicara tentang kesedihannya, karena di posisi saya, seorang interviwer (i-ter) tidak boleh ikut menangis atau ikut sedih, hal itu dapat dilakukan dengan proses empati yang dapat ditunjukkan dengan raut muka, sesekali anggukkan, dan lain sebagainya. 
 
Kekurangan saya dalam menjadi I-ter adalah saya masih kurang dapat menguutkan daftar pertanyaan yang akan saya ajukan. Misalnya, saya harus menanyakkan kepada kklien mengenai keluarganya, tetapi saya bertanya dibagian tengah-tengah sesi wawancara. Tidak hanya itu, saya juga masih melihat daftar pertanyaan yang saya buat karena tiba-tiba saya merasa lupa dengan pertanyaan apa yang akan saya berikan selanjutnya.
Proses wawancara juga tidak hanya dilakukan di area Fakultas Psikologi, saya juga melakukan hal yang sama kepada salah satu penghuni Panti Sosial Bina Daksa. Saya mewawancarai subjek sebagai tuntuta tugas akhir yang akan kami kerjakan. Pengalaman saya saat mewawancarai subjek, saya merasa sedikit takut, karena subjek memiliki tampang yang sedikit seram, tidak mudah senyum. Dalam wawancara yang dilakukan selama lebih kurang 30 menit itu, 20 menit pertama, subjek sama sekali tidak tersenyum, terkadang subjek menjawab ketus dan seadannya.Tetapim saya berusaha untuk terus tersnyum ramah kepada subjek, akhirnya di menit ke 24, subjek sudah dapat menjawab pertanyaan yang lebih panjang dibanding awal-awal tadi. Subjek juga terlihat mulai untuk membuka dirinya kepada saya. 
 
Pada akhir proses wawacara, saya juga melakukan jabat tangan sebagai proses bina rapport, serta berbicara mengenai hal-hal seputar keadaan panti.
 
21 Mei 2013

0 komentar:

Posting Komentar