Refleksi Wawancara (Yulian Noviyanti)
Banyak hal yang saya dapatkan selama 1 semester ini, pada mata kuliah teknik wawancara. Diawal praktek atau memulai praktikum dengan setting PIO saya sangat tegang sekali untuk memulainya, saya masih terpaku sekali dengan pertanyaan yang telah kelompok telah buat. Dan pada setting ini pula saya merasa teknik wawancara saya terlihat buruk sekali karena disamping saya tidak menguasai tema wawancara saya juga belum terpikirkan mengenai cara berjalannya praktikum tersebut. Hal itu membuat saya tidak mencantumkan paraphrazing dan summerizing dibagian akhirnya sehingga wawancara pada saat itu terkesan kaku. Dibagian akhir sesi wawancara saya juga merasa bingung untuk memutus pembicaraan. Selain itu kekurangan juga terlihat posisi tangan saya yang terlihat terlalu mendominasi.
Perubahan mulai sedikit terlihat saat melakukan wawancara di panti PSTW. Sebagian besar pertanyaan yang saya tanyakan kepada subjek tersebut secara spontan sesuai dengan alur yang subjek ceritakan. Pertanyaan yang telah kelompok siapkan hanya saya jadikan patokan atau jalan agar pertanyaan yang saya berikan untuk subjek tidak melebar atau tidak sesuai dengan topik yang telah kelompok tentukan sebelumnya.
Pada saat setting pendidikan saya merasa pada saat itulah teknik wawancara saya terlihat paling baik dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Karena dari attending behavior, empati, parroting, paraphrazing, summerizing sampai saran semua saya sudah lakukan dengan baik dan dengan saat-saat yang tepat pula, kesalahan pada posisi tangan saat setting PIO sebelumnya juga sudah saya perbaiki dan saya juga telah membawa buku kecil untuk mencatat clue-clue yang subjek ceritakan. Namun kekurangan yang nampak pada setting pendidikan ini adalah saya tidak sempat untuk merekam sesi wawancara, dengan alasan subjek yang aktif atau bersemangat untuk bercerita sehingga membuat saya ragu untuk memotong pembicaraan untuk merekam. Hal tersebut yang membuat saya menulis dengan cepat tapi juga tidak melepaskan pandangan saya kepada subjek. Itulah yang membuat saya dengan percaya diri mengatakan empati saya cukup baik meski saya harus menyibukkan tangan saya untuk mencatat cerita dari subjek.
Setting klinis saya memiliki kekurangan atau penurunan nilai pada attending behavior. Diawal saat subjek masuk saya langsung melakukan close question tanpa melakukan bina raport terlebih dahulu. Kekurang juga terlihat diakhir yang saya terlihat gugup dan bingung untuk mengakhiri sesi wawancara. Selain itu juga sampai di setting klinis saya selalu membawa catatan pertanyaan yang berfungsi sebagai penguat saya saat ada didalam ruangan meski catatan tersebut tidak saya baca saat sesi wawancara dimulai.Selanjutnya pada setting ini saya dapat dikatan cukup baik, meski saya pada setting klinis ini saya mengalami penurunan dibandingkan setting pendidikan sebelumnya, tapi secara keseluruhan dapat dikatan cukup.
Yang saya dapatkan dari praktikum maupun pada saat kunjungan panti untuk teknik wawancara ini adalah: penting memang untuk kita membuat catatan sebelum memulai wawancara namun itu hanya dijadikan patokan saja agar pembicaraan tidak melebar dan untuk selanjutnya wawancara dapat berjalan sesuai dengan alur cerita yang subjek ceritakan. Dalam teknik wawancara ini saya juga belajar untuk memperhatikan dan mengerti maksud alur dari cerita subjek. Saya juga belajar mengenai pertanyaan-pertanyaan yang baik atau pantas yang hendaknya saya tanyakan kepada subjek agar subjek yang bersangkutan tidak merasa tersinggung, terintimidasi, dan lain-lain. :)
21 Mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar