Bertanyalah dengan Baik dan Benar (Kusbandiyah Chandrawati)
Setiap orang pasti memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda. Meskipun dua orang yang kembar identik, tinggal di rumah yang sama, hidup di lingkungan yang sama sekalipun pasti memiliki pengalaman yang berbeda. Selain itu, meskipun sama-sama mengalami suatu peristiwa, namun tentunya pemaknaan dari peristiwa tersebut akan berbeda antara satu dan lainnya.
Oleh sebab itu, saat melakukan wawancara terhadap klien, social history adalah hal yang paling penting untuk ditanyakan. Hal yang harus ditanyakan bukanlah mengenai kejadian apa yang telah terjadi pada mereka, namun bagaimana mereka memaknai kejadian tersebut. Sebagai contoh, menurut saya mungkin ketika melihat seorang bapak-bapak yang sedang berjalan sambil membawa tongkat adalah suatu hal yang biasa dan tidak membawa pengaruh apa-apa pada saya, namun bagi orang lain belum tentu hal tersebut merupakan hal yang biasa. Bisa saja saat ia melihat seorang bapak-bapak berjalan membawa tongkat ia akan menjerit ketakutan karena mengingat pengalamannya di masa kecil saat ia sering dipukul oleh ayahnya dengan menggunakan tongkat.
Jadi, sebenarnya apa saja yang perlu kita tanyakan pada saat wawancara terhadap klien?
Terdapat 17 area yang perlu ditanyakan terhadap klien. Area tersebut mencakup: family of origin, extended family, present family constellation, educational level attained, occupational training/job history, marital history, interpersonal relationship, recreational preferences, sexual history, medical history, psychiatric/ psychotherapy history, legal history, alcohol and substance abuse, nicotine and caffeine consumption, current living situation, source of support dan religion.
Ternyata untuk memberikan pertanyaan dalam ke-17 aspek tersebut tidaklah semudah yang dipikirkan. Terdapat beberapa area yang cukup sensitive untuk ditanyakan.
Salah satunya adalah marital history. Bayangkan apa yang akan dirasakan seorang klien wanita berusia 40 tahun jika kita bertanya padanya tentang usia pernikahannya atau bahkan tentang anaknya? Ternyata klien tersebut belum menikah apalagi memiliki anak. Tentu akan sangat menyinggung perasaannya.
Tidak hanya itu, bahkan untuk bertanya soal pendidikan dan pekerjaan saja, hal tersebut dapat menjadi hal yang sensitive untuk ditanyakan. Tidak sedikit orang yang merasa kurang nyaman saat ditanya soal pendidikan maupun pekerjaannya. Mungkin saja, mereka merasa tidak ada yang dapat dibanggakan dari pendidikan maupun pekerjaannya.
Setiap area yang ditanyakan bisa menimbulkan perasaan sensitive/tersinggung pada klien, jika kita tidak dapat mengajukan pertanyaan dengan kata-kata yang baik dan benar. Misalnya, bertanya soal pekerjaan. Jangan bertanya: “Apa pekerjaan Anda setiap hari”, melainkan bertanyalah dengan berkata: “Apa kesibukkan Anda setiap hari?”
Jadi, sesungguhnya apapun area yang kita tanyakan, apabila kita tidak dapat menyampaikannya dengan baik, maka tidak akan efektif karena belum tentu mereka mau menjawab pertanyaan tersebut jika kita telah menyinggung perasaannya.
Maka dari itu, berhati-hatilah saat kita berbicara dengan orang lain, tidak hanya kepada klien melainkan pada siapapun juga yang kita temui.
24 Maret 2013
Oleh sebab itu, saat melakukan wawancara terhadap klien, social history adalah hal yang paling penting untuk ditanyakan. Hal yang harus ditanyakan bukanlah mengenai kejadian apa yang telah terjadi pada mereka, namun bagaimana mereka memaknai kejadian tersebut. Sebagai contoh, menurut saya mungkin ketika melihat seorang bapak-bapak yang sedang berjalan sambil membawa tongkat adalah suatu hal yang biasa dan tidak membawa pengaruh apa-apa pada saya, namun bagi orang lain belum tentu hal tersebut merupakan hal yang biasa. Bisa saja saat ia melihat seorang bapak-bapak berjalan membawa tongkat ia akan menjerit ketakutan karena mengingat pengalamannya di masa kecil saat ia sering dipukul oleh ayahnya dengan menggunakan tongkat.
Jadi, sebenarnya apa saja yang perlu kita tanyakan pada saat wawancara terhadap klien?
Terdapat 17 area yang perlu ditanyakan terhadap klien. Area tersebut mencakup: family of origin, extended family, present family constellation, educational level attained, occupational training/job history, marital history, interpersonal relationship, recreational preferences, sexual history, medical history, psychiatric/ psychotherapy history, legal history, alcohol and substance abuse, nicotine and caffeine consumption, current living situation, source of support dan religion.
Ternyata untuk memberikan pertanyaan dalam ke-17 aspek tersebut tidaklah semudah yang dipikirkan. Terdapat beberapa area yang cukup sensitive untuk ditanyakan.
Salah satunya adalah marital history. Bayangkan apa yang akan dirasakan seorang klien wanita berusia 40 tahun jika kita bertanya padanya tentang usia pernikahannya atau bahkan tentang anaknya? Ternyata klien tersebut belum menikah apalagi memiliki anak. Tentu akan sangat menyinggung perasaannya.
Tidak hanya itu, bahkan untuk bertanya soal pendidikan dan pekerjaan saja, hal tersebut dapat menjadi hal yang sensitive untuk ditanyakan. Tidak sedikit orang yang merasa kurang nyaman saat ditanya soal pendidikan maupun pekerjaannya. Mungkin saja, mereka merasa tidak ada yang dapat dibanggakan dari pendidikan maupun pekerjaannya.
Setiap area yang ditanyakan bisa menimbulkan perasaan sensitive/tersinggung pada klien, jika kita tidak dapat mengajukan pertanyaan dengan kata-kata yang baik dan benar. Misalnya, bertanya soal pekerjaan. Jangan bertanya: “Apa pekerjaan Anda setiap hari”, melainkan bertanyalah dengan berkata: “Apa kesibukkan Anda setiap hari?”
Jadi, sesungguhnya apapun area yang kita tanyakan, apabila kita tidak dapat menyampaikannya dengan baik, maka tidak akan efektif karena belum tentu mereka mau menjawab pertanyaan tersebut jika kita telah menyinggung perasaannya.
Maka dari itu, berhati-hatilah saat kita berbicara dengan orang lain, tidak hanya kepada klien melainkan pada siapapun juga yang kita temui.
24 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar