Yang Saya Rasakan Selama Wawancara Adalah (Laras Yuliansyah)

Ini adalah posting terakhir di kelas Teknik Wawancara karena sudah mau akhir semester. Gimana rasanya? Antara senang atau sedih. Senangnya karena uda ga ada kelas lagi (semoga ga ngulang, amin) dan sedihnya karena merasa masih banyak kekurangan. Semoga seiring berjalannya waktu, “jam terbang” semakin banyak untuk mengaplikasikan wawancara. Amin.
Lalu, saya ingin menceritakan bagaimana kesan selama praktikum di tiga minggu terakhir kelas dan saat wawancara di panti werdha. Pertama saya akan menceritakan kesan selama praktikum terlebih dahulu. Di minggu pertama yaitu praktikum bidang PIO. Selama praktikum ini, pada awalnya saya masih merasa tegang. Lucu ya kalau wawancara dengan rasa tegang. Pikiran benar-benar fokus sama daftar pertanyaan. Tapi di situ saya berusaha untuk mengendalikan rasa tegang dan akhirnya lebih rileks dari waktu pertama masuk lab. praktikum.
Di minggu kedua, wawancara dengan setting pendidikan. Saya rasa, saya lebih berminat di bidang ini daripada PIO. Jadi, saat wawancara ini saya merasa jauh lebih rileks. Hal ini terbukti karena saat wawancara dengan subyek, saya berbicara dengan tidak ada beban jadi saya dapat menanyakan lebih mendalam dari jawaban yang subyek berikan. Yang menarik ketika wawancara di minggu ketiga, yaitu setting klinis. Di awal wawancara, ternyata alat perekam saya belum berfungsi. Waduh, sempat panik tapi untungnya semua itu dapat teratasi. Beberapa pertanyaan pun saya berikan kepada subyek dengan yaaa.. untungnya saya tetap mendapatkan jawaban dari subyek sesuai dengan gejala yang dialami.
Lalu, saya akan menceritakan pengalaman ketika wawancara di panti werdha. Awalnya saya sangat antusias sekali untuk wawancara di sana. Saya mencari subyek dengan mencoba berbicara dengan beberapa wanita lanjut usia. Sampai pada akhirnya saya merasa wanita ini lah yang akan saya pilih menjadi subyek saya. Tapi… Saya cukup merasa kesal karena ketika sudah masuk ke pertanyaan yang berhubungan dengan psychological well-being, subyek beberapa kali menjawab “biasa aja”. Hmm.. Yak ini lah saat saya harus berjuang untuk mendapatkan jawabannya dari subyek.
Saya telah berusaha untuk mencoba bertanya dengan pertanyaan yang mungkin lebih dimengerti. Tapi, saya tidak mengerti kenapa subyek tetap menjawab “biasa aja”. Sebenarnya ini karena subyek yang tidak mengerti pertanyaannya, subyek yang tidak ingin bercerita, atau karena subyek tidak memahami dirinya sendiri sehingga sulit mengeluarkannya melalui kata-kata? Huaaa… rasanya mau ganti subyek tapi uda setengah jalan. Sebisa mungkin saya mendapatkan jawaban dari subyek. Syukur lah, saya sedikit mendapatkan pencerahan. Setidaknya saya mendapat gambaran untuk dianalisis.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saya sangat sangat sangat ingin berlatih untuk dapat bertanya secara mendalam kepada subyek di kemudian hari, apalagi kalau sampai saya menemukan subyek yang menjawab “biasa aja”. Bahkan saya ingin mempelajari lebih dalam lagi bagaimana untuk mengatur emosi ketika dalam keadaan tertekan selama wawancara. Semuanya itu harus berlatih, berlatih, dan berlatih terus. Semoga saya bisa! Harus bisa!
3 Juni 2013

0 komentar:

Posting Komentar