Beberapa Tips agar Terampil dalam Wawancara, check it! (Maya Puspita)
Keterampilan yang pertama adalah keterampilan membina rapport. Rapport itu istilah yang nggak pernah lepas dalam pembahasan psikologi dan wajib hukumnya untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rapport adalah hubungan antara klien dengan psikolog. Jika rapport terbangun dengan baik, maka klien akan lebih terbuka, nyaman dan jujur dengan psikolog selama proses berlangsung. Dalam membangun rapport, dibutuhkan senyum yang hangat, bukan senyum mesum hahaha…
Selain itu, ekspresi wajah juga sangat menentukan rapport. Jangan memasang wajah judgmental waktu klien bercerita. Misalkan saja, mengerutkan alis sambil berkata “kamu yakin tuh kayak gitu?”. Hal itu akan membuat klien merasa nggak dipercayai dan merasa nggak nyaman. Disamping ekspresi, dijelaskan juga bahwa penting untuk menjaga sikap dan ekspresi ketika klien sedang bercerita. Misal nih kalau ada klien pria yang cerita, “sebenarnya saya nggak suka wanita soalnya….”, lalu kita kaget dan menjawab sambil membuka mulut “ hahhhh??? Seringkali nih kebiasaan kita yang heboh, sok-sok kaget waktu dengerin temen cerita ke bawa-bawa saat nanti bersama klien. Amit-amit deh, kita memang perlu banget belajar menjaga ekspresi dan emosi hehee.
Eskpresi yang kita tampilin di depan klien waktu dengerin cerita emang perlu kayak kulkas ibaratnya, stay cool meskipun dalam hati sih kaget, jijik atau apapun lah perasaan yang muncul dengan sendirinya itu hahaa. Kenapa kita harus stay cool ? Jawabannya simple, supaya klien nggak merasa bahwa masalahnya tersebut berat atau masalahnya nggak wajar . Psikolog harus membuat klien merasa bahwa ia diterima dengan segala permasalahan yang ada. Dengan penerimaan, maka klien akan merasa nyaman dan lebih terbuka.
Hal kedua yang harus dimiliki psikolog saat wawancara adalah empati. Dengan adanya empati, klien tahu bahwa psikolog ikut merasakan, menerima dan mengerti mengenai permasalahan hidup mereka. Kunci utama dari empati adalah selalu fokus dengan klien sepanjang waktu. Empati nggak harus ditunjukkan dengan kata-kata, tapi juga bisa dengan empati nonverbal seperti kontak mata, mengangguk tanda mendengar, dsb.
Setelah empati, hal ketiga yang harus dimiliki adalah attending behavior. Kunci utamanya adalah untuk mengurangi kuantitas berbicara interviewer dan memberikan klien waktu untuk menceritakan tentang diri mereka. Attending akan lebih gampang jika anda lebih fokus ke klien daripada ke diri anda sendiri.
Hal yang keempat adalah teknik bertanya. Dalam bertanya, hindari kata “kenapa, mengapa” karena akan membuat klien merasa dalam posisi yang salah. Kata kenapa dapat diganti misal dengan “apa yang terjadi…”. Disamping itu, ketika bertanya dan klien sulit bicara, jangan memaksa klien untuk bicara karena bisa membuat klien merasa terganggu.
Keterampilan berikutnya adalah keterampilan observasi. Wawancara memang nggak bisa dipisahin dengan observasi karena saat wawancara kita perlu fokus dan peka dengan ekspresi wajah, bahasa tubuh, setiap kata-kata yang diucapkan klien, konflik, diskrepansi dan inkongruensi.
Silakan mempelajari keterampilan-keterampilan ini supaya kalian dapat melakukan wawancara secara professional dan memperoleh informasi yang cukup dari klien nantinya.
15 September 2013
0 komentar:
Posting Komentar