Perempuan (Fera Lumumba Tampubolon)
Ini adalah pertama kalinya saya masuk dan mengambil mata kuliah Psikologi Perempuan. Pada saat saya memutuskan untuk mengambil mata kuliah ini, saya hanya berharap agar lebih dapat mengerti tentang perempuan (karena walaupun saya perempuan, saya sendiri terkadang masih bingung dan sulit memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar saya saat ini khususnya hal yang menyangkut perempuan). Kesan pertama mengikuti kelas ini adalah “wow”. Ya, saya memang harus bilang “wow” karena memang dari penjelasan pertama saja yang disampaikan oleh ibu Dekan kami, yaitu ibu Henny Wirawan, saya merasa banyak mengetahui hal-hal yang belum saya ketahui sebelumnya mengenai perempuan.
Hari pertama saya mengikuti kelas Psikologi Perempuan, kurang lebih saya mengetahui awal mula munculnya Psikologi Perempuan. Awalnya Psikologi menggunakan laki-laki sebagai baseline dan normanya. Padahal banyak hal-hal yang jelas berbeda antara perempuan dan laki-laki. Maka dari itu, haruslah muncul bidang psikologi yang khusus membahas dan mendalami perempuan (karena bukan laki-laki saja yang ingin dimengerti, tapi perempuan juga).
Dari dulu hingga sekarang, sangat banyak isu-isu mengenai perempuan yang beredar divsekitar kita. Berdasarkan isu-isu tersebut maka terdapat beberapa tokoh perempuan yang hendak mendalami lagi bagaimana isu-isu tersebut dapat terjadi. Tokoh-tokoh tersebut akhirnya melahirkan suatu bidang yang khusus membahas secara mendalam mengenai perempuan. Beberapa tokoh tersebut seperti Mary Ainsworth, Sandra Bem, Mary Whiton-chalkins, Anna Freud, Leta Setter-Hollingworth, Karen Horney, Melanie Klein, Christine Ladd-Franklin, dll. Kemudian tahun 1969 lahirlah The Association For Women in Psychology (AWP) yang bertujuan untuk mengangkat isu-isu feminis. Hingga sekarangpun bidang psikologi perempuan masih terus berkembang mengikuti perkembangan jaman yang ada.
Dari pertemuan di kelas pertama tersebut, mengingatkan akan berharganya perempuan, sama halnya dengan seberharganya laki-laki. Dari dulu sampai sekarang sebagian besar orang selalu menganggap perempuan sebagai sistem pendukung dan tidak selalu diutamakan. Bahkan tidak jauh-jauh, di negeri kita sendiri atau di budaya-budaya Indonesia masih relative sangat tertanam bahwa laki-laki lebih di utamakan dari pada perempuan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Mengapa laki-laki selalu didahulukan dalam berbagai macam hal? Dan mengapa kebanyakan perempuan tidak berani menanggapi hal tersebut? Perempuan hanya menerima dan menjalankan tugasnya sebagaimana yang sudah ditetapkan sejak dulu. Padahal sebenarnya perempuan dan laki-laki itu harusnya memiliki kedudukan yang sama. Mungkin perempuan memang harus dimengerti, namun disamping itu menurut saya perempuan juga harus mengerti, peka, dan kritis akan hal-hal yang ada disekitarnya.
28 Agustus 2013
Hari pertama saya mengikuti kelas Psikologi Perempuan, kurang lebih saya mengetahui awal mula munculnya Psikologi Perempuan. Awalnya Psikologi menggunakan laki-laki sebagai baseline dan normanya. Padahal banyak hal-hal yang jelas berbeda antara perempuan dan laki-laki. Maka dari itu, haruslah muncul bidang psikologi yang khusus membahas dan mendalami perempuan (karena bukan laki-laki saja yang ingin dimengerti, tapi perempuan juga).
Dari dulu hingga sekarang, sangat banyak isu-isu mengenai perempuan yang beredar divsekitar kita. Berdasarkan isu-isu tersebut maka terdapat beberapa tokoh perempuan yang hendak mendalami lagi bagaimana isu-isu tersebut dapat terjadi. Tokoh-tokoh tersebut akhirnya melahirkan suatu bidang yang khusus membahas secara mendalam mengenai perempuan. Beberapa tokoh tersebut seperti Mary Ainsworth, Sandra Bem, Mary Whiton-chalkins, Anna Freud, Leta Setter-Hollingworth, Karen Horney, Melanie Klein, Christine Ladd-Franklin, dll. Kemudian tahun 1969 lahirlah The Association For Women in Psychology (AWP) yang bertujuan untuk mengangkat isu-isu feminis. Hingga sekarangpun bidang psikologi perempuan masih terus berkembang mengikuti perkembangan jaman yang ada.
Dari pertemuan di kelas pertama tersebut, mengingatkan akan berharganya perempuan, sama halnya dengan seberharganya laki-laki. Dari dulu sampai sekarang sebagian besar orang selalu menganggap perempuan sebagai sistem pendukung dan tidak selalu diutamakan. Bahkan tidak jauh-jauh, di negeri kita sendiri atau di budaya-budaya Indonesia masih relative sangat tertanam bahwa laki-laki lebih di utamakan dari pada perempuan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Mengapa laki-laki selalu didahulukan dalam berbagai macam hal? Dan mengapa kebanyakan perempuan tidak berani menanggapi hal tersebut? Perempuan hanya menerima dan menjalankan tugasnya sebagaimana yang sudah ditetapkan sejak dulu. Padahal sebenarnya perempuan dan laki-laki itu harusnya memiliki kedudukan yang sama. Mungkin perempuan memang harus dimengerti, namun disamping itu menurut saya perempuan juga harus mengerti, peka, dan kritis akan hal-hal yang ada disekitarnya.
28 Agustus 2013
0 komentar:
Posting Komentar