Women Psychology....(VIrna Anggraeni)
Mengapa ada psikologi perempuan dan tidak ada psikologi laki-laki ?
Karena, pada dasarnya riwayat psikologi berawal dari laki-laki dan juga karena laki-laki tidak memiliki pengalaman seperti perempuan. Misalnya saja dalam hal melahirkan dan menstruasi. Laki-laki tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya sakit pada saat menstruasi atau bagaimana perjuangan seorang perempuan pada saat melahirkan seorang anak.
Kemudian sering juga kita mendengar banyak sekali yang menjudge sesuatu berdasarkan jenis kelamin. Misalnya saja pada suatu ketika ada salah seorang teman saya mengatakan bahwa tulisan laki-laki kebanyakan adalah jelek dan sangat tidak terbaca, dan dia mengatakan kalau hal tersebut wajar karena dia adalah seorang laki-laki. Dan prilaku seperti itu bisa dikatakan bahwa teman saya sudah melakukan sexism yaitu dimana berprasangka dan menempatkan seseorang pada gender. Dan itu sudah sangat banyak terjadi di kalangan masyarakat dan sangat sulit mengubah kebiasaan yang sudah sangat menyebar tersebut. Dan jujur saya pun baru mengetahuinya setelah mengikuti kuliah psikologi perempuan yang diberikan oleh dosen saya bernama bu Henny Wirawan. Ada beberapa term yang awalnya saya tidak mengetahui artinya dengan jelas dan sekarang saya mengetahuinya.
Dan saya juga memiliki suatu cerita, pada waktu itu sekitar awal perkuliahan saya sempat menjalin suatu hubungan dengan seorang laki-laki. Laki-laki tersebut adalah seorang yang pemikir, memiliki wawasan yang luas dan bisa dibilang adalah orang yang pintar. Namun setelah kira-kira 8 bulan saya menjalin hubungan dengan laki-laki tersebut saya semakin mengerti siapa laki-laki tersebut, dia pernah sesekali berbicara kepada saya, jika suaru hari nanti saya menjadi istrinya saya hanya boleh di rumah, mengurusi anak-anak, membereskan semua pekerjaan rumah, dan melayani suami. Dan saya sempat menanyakan, “kenapa seperti itu?”, lalu laki-laki tersebut menjawabnya, “perempuan sudah kodratnya seperti itu, perempuan harus banyak di rumah dan tidak boleh berkeliaran ke mana-mana”. Laki-laki tersebut mengatakan seperti itu dan saat itu juga saya menentang pembicaraannya tentang hal tersebut, karena sebelum saya kuliah pun saya sudah memiliki cita-cita ingin memiliki karir yang cemerlang walaupun saya perempuan. Karena saya juga anak tunggal jadi saya berpikir siapa yang akan membiayai orangtua saya kelak bila saya tidak bekerja dan memiliki sekolah yang tinggi. Namun laki-laki tersebut tetap membantahnya dan sama sekali tidak ingin memiliki istri yang bekerja. Dan sejak saat itu pula saya sudah menjadi tidak respect dengan laki-laki tersebut. Dan pada saat kuliah psikologi perempuan bersama bu henny kemarin yang membahas tentang ”kodrat” saya pun mengetahui arti kodrat yang sebenarnya. Kodrat adalah berasal dari bahasa arab yang disebut kudrat yaitu pemberian / yang terberi (secara fisiologis, biologis (mens & menopouse)). Jadi darah mens itu adalah kodrat seorang perempuan mendapatkan mens setiap bulannya.
Jadi yang saya simpulkan adalah bahwa selama ini pendapat saya tentang diri saya sudah cukup benar dan saya tidak salah kalau memiliki keinginan untuk bersekolah sampai tinggi. Karena orangtua saya pun tidak pernah menyuruh saya untuk cepat menikah, namum beliau selalu mengajarkan saya kalau saya harus sukses, saya adalah harapan kedua orangtua saya. Dan dengan saya bersekolah tinggi ataupun saya berkakrir adalah bukan berarati saya tidak menghormati laki-laki. Laki-laki tetap akan selalu menjadi imam dan saya akan selalu menghormatinya. Jadi sebenarnya perempuan juga memiliki hak kebebasan dalam berpendidikan dan berkarir sesuai keinginanya. Namun, pada jaman sekarang saat kita pergi ke daerah-daerah tertentu masih sangat banyak yang terkadang meledeki saya dengan pertanyaan kapan menikah? Perempuan nantinya ikut suami sudah sekolahnya tidak usah tinggi-tinggi. Terkadang saya kesal mendengar pembicaraan seperti itu karena saya akan tetap kuat dengan prinsip yang sudah saya tanam dalam dir saya dan cita-cita yang sudah saya tempel 5 cm didepan pandangan saya. Walaupun setiap manusia tidak munafik ingin sekali merasakan pernikahan, namun saya percaya jikalau waktunya sudah tepat pasti ALLAH akan memberikan waktu itu. Jadi untuk semua perempuan yang ada di dunia jangan pernah patah semangat untuk bersekolah sampai tinggi dan sampai puas. Karena kita hidup hanya sekali jika tidak sekarang kita menikmati semuanya kapan lagi. Perempuan juga berhak atas appaun di dalam dunia ini. Jujur saya sangat menentang keras bila ada seorang suami atau laki-laki yang tidak memperbolehkan istrinya atau pacarnya untuk melakukan kegitaan yang disuakinya dan berkarir sesuai minatnya. karena sama saja itu menutup pintu kesuksesan dari perempuan tersebut.
25 Agustus 2013
Karena, pada dasarnya riwayat psikologi berawal dari laki-laki dan juga karena laki-laki tidak memiliki pengalaman seperti perempuan. Misalnya saja dalam hal melahirkan dan menstruasi. Laki-laki tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya sakit pada saat menstruasi atau bagaimana perjuangan seorang perempuan pada saat melahirkan seorang anak.
Kemudian sering juga kita mendengar banyak sekali yang menjudge sesuatu berdasarkan jenis kelamin. Misalnya saja pada suatu ketika ada salah seorang teman saya mengatakan bahwa tulisan laki-laki kebanyakan adalah jelek dan sangat tidak terbaca, dan dia mengatakan kalau hal tersebut wajar karena dia adalah seorang laki-laki. Dan prilaku seperti itu bisa dikatakan bahwa teman saya sudah melakukan sexism yaitu dimana berprasangka dan menempatkan seseorang pada gender. Dan itu sudah sangat banyak terjadi di kalangan masyarakat dan sangat sulit mengubah kebiasaan yang sudah sangat menyebar tersebut. Dan jujur saya pun baru mengetahuinya setelah mengikuti kuliah psikologi perempuan yang diberikan oleh dosen saya bernama bu Henny Wirawan. Ada beberapa term yang awalnya saya tidak mengetahui artinya dengan jelas dan sekarang saya mengetahuinya.
Dan saya juga memiliki suatu cerita, pada waktu itu sekitar awal perkuliahan saya sempat menjalin suatu hubungan dengan seorang laki-laki. Laki-laki tersebut adalah seorang yang pemikir, memiliki wawasan yang luas dan bisa dibilang adalah orang yang pintar. Namun setelah kira-kira 8 bulan saya menjalin hubungan dengan laki-laki tersebut saya semakin mengerti siapa laki-laki tersebut, dia pernah sesekali berbicara kepada saya, jika suaru hari nanti saya menjadi istrinya saya hanya boleh di rumah, mengurusi anak-anak, membereskan semua pekerjaan rumah, dan melayani suami. Dan saya sempat menanyakan, “kenapa seperti itu?”, lalu laki-laki tersebut menjawabnya, “perempuan sudah kodratnya seperti itu, perempuan harus banyak di rumah dan tidak boleh berkeliaran ke mana-mana”. Laki-laki tersebut mengatakan seperti itu dan saat itu juga saya menentang pembicaraannya tentang hal tersebut, karena sebelum saya kuliah pun saya sudah memiliki cita-cita ingin memiliki karir yang cemerlang walaupun saya perempuan. Karena saya juga anak tunggal jadi saya berpikir siapa yang akan membiayai orangtua saya kelak bila saya tidak bekerja dan memiliki sekolah yang tinggi. Namun laki-laki tersebut tetap membantahnya dan sama sekali tidak ingin memiliki istri yang bekerja. Dan sejak saat itu pula saya sudah menjadi tidak respect dengan laki-laki tersebut. Dan pada saat kuliah psikologi perempuan bersama bu henny kemarin yang membahas tentang ”kodrat” saya pun mengetahui arti kodrat yang sebenarnya. Kodrat adalah berasal dari bahasa arab yang disebut kudrat yaitu pemberian / yang terberi (secara fisiologis, biologis (mens & menopouse)). Jadi darah mens itu adalah kodrat seorang perempuan mendapatkan mens setiap bulannya.
Jadi yang saya simpulkan adalah bahwa selama ini pendapat saya tentang diri saya sudah cukup benar dan saya tidak salah kalau memiliki keinginan untuk bersekolah sampai tinggi. Karena orangtua saya pun tidak pernah menyuruh saya untuk cepat menikah, namum beliau selalu mengajarkan saya kalau saya harus sukses, saya adalah harapan kedua orangtua saya. Dan dengan saya bersekolah tinggi ataupun saya berkakrir adalah bukan berarati saya tidak menghormati laki-laki. Laki-laki tetap akan selalu menjadi imam dan saya akan selalu menghormatinya. Jadi sebenarnya perempuan juga memiliki hak kebebasan dalam berpendidikan dan berkarir sesuai keinginanya. Namun, pada jaman sekarang saat kita pergi ke daerah-daerah tertentu masih sangat banyak yang terkadang meledeki saya dengan pertanyaan kapan menikah? Perempuan nantinya ikut suami sudah sekolahnya tidak usah tinggi-tinggi. Terkadang saya kesal mendengar pembicaraan seperti itu karena saya akan tetap kuat dengan prinsip yang sudah saya tanam dalam dir saya dan cita-cita yang sudah saya tempel 5 cm didepan pandangan saya. Walaupun setiap manusia tidak munafik ingin sekali merasakan pernikahan, namun saya percaya jikalau waktunya sudah tepat pasti ALLAH akan memberikan waktu itu. Jadi untuk semua perempuan yang ada di dunia jangan pernah patah semangat untuk bersekolah sampai tinggi dan sampai puas. Karena kita hidup hanya sekali jika tidak sekarang kita menikmati semuanya kapan lagi. Perempuan juga berhak atas appaun di dalam dunia ini. Jujur saya sangat menentang keras bila ada seorang suami atau laki-laki yang tidak memperbolehkan istrinya atau pacarnya untuk melakukan kegitaan yang disuakinya dan berkarir sesuai minatnya. karena sama saja itu menutup pintu kesuksesan dari perempuan tersebut.
25 Agustus 2013
0 komentar:
Posting Komentar