Pengalaman adalah Teman Terbaik (Eko Hadi Sayekti)

Setelah 3 minggu menjalani praktek wawancara mulai sejak di dalam Kampus dan di Panti, saya sangat bersyukur karena dari sana, saya mendapat banyak pengalaman dan juga bertambahnya jam terbang saya dalam wawancara. Mengingat mewawancarai seseorang merupakan sebuah ketrampilan, maka latihan adalah dasar awalnya, meskipun seseorang mengerti dengan benar tentang teori dasar dari teknik wawancara tetapi tanpa pernah melatih dan mempraktekkan pada orang lain, maka seseorang tidak akan pernah menjadi ahli sebagai pewawancara. Saya melihat dari praktek yang sudah, ada isitlah yang tepat yaitu “Bisa karena Biasa” maka dalam praktek wawancara dengan sering melatihnya berulang-ulang maka kita akan bisa menjadi pewawancara yang baik.

Dalam praktikum di kampus ada pengalaman menarik, pengalaman menariknya adalah dapat bermain peran seolah-olah menjadi seorang Psikolog (Psikolog IO, Psikolog Pendidikan, Psikolog Klinis) yang benaran, karena settingnya seolah-olah nyata, saya merasa ada keyakinan dalam diri saya, apalagi ditambah teman-teman di kampus sangat baik sekali dalam memerankan sebagi seorang klien. Setiap sesi persesi saya berusaha menunjukkan kompentesi saya mulai membuka pintu, menyapa, mempersilahkan duduk, membina rapport sampai mendapatkan informasi. Ketika klien menjawab pertanyaan saya,  membuat diri saya berlatih terbuka dalam merespon jawaban yang dilontarkan sambil latihan mengobservasi perilaku yang ditampilkan.

            Selain itu pengalaman yang tidak terlupakan adalah saat pertanyaan yang saya berikan dan ternyata jawabannya berbeda, maka saya perlu memutar pikiran saya, agar proses wawancara berjalan dengan baik. Memang klien memiliki hak untuk menjawab yang dia mau serta jawaban itu tidak harus sama dengan yang saya mau, dan ini justru memacu saya untuk membuat pertanyaan baru yang memang belum ada dalam daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Untungnya meskipun waktu yang diberikan hanya 10 menit sebagai pewawancara saya berusaha untuk selalu sadar pada informasi apa yang ingin saya dapatkan dari wawancara saat itu.

            Pengalaman saat menjadi observer, ada pengalaman yang mungkin hanya sekedar pengalaman bukan niat merendahkan orang lain. waktu itu ada teman saya yang berperan menjadi pewawancara saat itu dia sudah mulai kehabisan daftar pertanyaan bukannya membuat inisiatif bertanya malahan sibuk bolak-balik lembar daftar pertanyaan. Semacam orang sedang bingung mau melakukan apalagi. Saya belajar dari sini bahwa seyogyanya sebagai pewawancara, meski selalu siap membuat pertanyaan baru ketika kehabisan pertanyaan apalagi ketika informasi yang dimau belum didapatkan.

            Pada waktu di panti lanjut usia di Grogol, ada pengalaman yang membuat sadar inilah kehidupan dan akhirnya seperti merekalah kita nantinya. Dimana tidak ada lagi kecantikan dan ketampanan, tidak ada lagi wangi-wangian, yang tercium hanya aroma minyak kayu putih bercambur aroma bekas air kencing.  Saat Kak Tasya memperbolehkan mulai wawancara saya bingung awalnya, karena berpikir mau wawancara yang mana ini, saya berjalan menyusuri kamar-kamar mereka, sampailah dibagian ujung kamar yang dihuni oleh tiga orang lansia. Mereka umumnya sudah susah untuk berjalan dan berjalannya pun merangkak, ketika melihat itu sedih rasanya. Tapi mau bagiamana? Dengan niat yang sudah ada saya memperkenalkan diri, menjelaskan niat dan tujuan saya pada mereka dan akhirnya salah satu dari mereka bersedia saya wawancarai.

            Selama wawancara di panti dengan subyek pengalaman yang harus dipegang adalah pentingnya sikap sabar. Sebab  dengan sabar kita akan mendapat informasi yang lengkap dan subyek juga merasa senang dengan kehadiran kita. Selain sabar kita perlu berempati agar minimal kita tahu bagaimana kondisi dia sehingga kita tidak menjadi muncul rasa tidak suka, atau bahkan membuat penilaian yang salah tentang mereka.

            Meskipun praktek wawancara sudah berakhir, semoga kiranya pengalaman ini menjadi modal dasar dalam pengembangan kemampuan saya, saat menggali informasi tentang orang lain. Meskipun seandainya saya tidak menjadi seorang psikolog minimal dengan belajar dan praktek wawancara ini, saya sudah mendapatkan pengalaman berharga yang berguna dalam hidup saya. Terima kasih Bu Henny dan Kak Tasya…

26 Mei 2013.

0 komentar:

Posting Komentar